Putin Desak 'Resolusi Damai' di Saat Mali dan Rusia Bahas Isu Niger

Presiden Rusia Vladimir Putin. (Mikhail Klimentyev/Sputnik/Kremlin Pool Photo via AP)

Putin Desak 'Resolusi Damai' di Saat Mali dan Rusia Bahas Isu Niger

Willy Haryono • 15 August 2023 22:02

Moskow: Pemimpin militer Mali Assimi Goita telah berbicara via sambungan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang situasi di Niger, di mana kudeta pada 26 Juli lalu telah menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum yang terpilih secara demokratis.

Putin "menekankan pentingnya penyelesaian situasi secara damai untuk Sahel yang lebih stabil," kata Goita di platform media sosial X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter. Sahel merujuk pada salah satu kawasan di Afrika.

Kremlin mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa panggilan telepon itu diprakarsai oleh Mali.

"Para pihak terkait secara khusus berfokus pada situasi saat ini di wilayah Sahara-Sahel, dan menekankan pentingnya menyelesaikan situasi di Republik Niger semata-mata melalui cara politik dan diplomatik yang damai," kata Moskow, dikutip dari laman Al Jazeera, Selasa, 15 Agustus 2023.

Niger memiliki kepentingan strategis bagi Amerika Serikat, Tiongkok, Eropa, dan Rusia karena sumber daya uranium dan minyak serta perannya sebagai pusat pasukan asing yang memerangi kelompok bersenjata di wilayah tersebut.

Seruan Putin kemungkinan akan mengguncang pemerintah Barat yang takut akan pengaruh Rusia yang terus tumbuh di Sahel.

Pengaruh Rusia

Kekuatan Barat dan pemerintah Afrika yang demokratis telah meminta para pemimpin kudeta untuk mengembalikan Presiden Mohamed Bazoum yang digulingkan, yang telah ditahan sejak 26 Juli setelah kudeta. Tetapi para pemimpin kudeta menolaknya, dan juga belum mau bernegosiasi.

Panglima militer Afrika Barat akan bertemu pada Kamis dan Jumat mendatang di Ghana untuk mempersiapkan kemungkinan intervensi militer, yang diancam akan diluncurkan oleh blok regional utama, Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS), jika diplomasi berakhir gagal.

Setiap intervensi militer dapat semakin mengguncang Sahel, di mana konflik yang dilakukan kelompok-kelompok terkait al-Qaeda dan ISIL (ISIS) telah membuat jutaan orang mengungsi selama satu dekade terakhir dan memicu krisis kelaparan.

Pengaruh Rusia di Sahel tumbuh, sementara pengaruh Barat menyusut sejak serangkaian kudeta dalam tiga tahun terakhir. Pemimpin militer di Mali dan Burkina Faso telah mengusir pasukan dari bekas kekuatan kolonial Prancis dan memperkuat hubungan dengan Moskow.

Di Mali, pemerintah militer juga membawa tentara bayaran dari Grup Wagner Rusia, yang dituduh telah mengeksekusi sejumlah warga sipil dan melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat lainnya.

Tentara bayaran Wagner

Di bawah Bazoum, Niger tetap menjadi sekutu Barat. AS, Prancis, Jerman, dan Italia memiliki pasukan yang ditempatkan di sana berdasarkan perjanjian dengan pemerintah sipil yang sekarang telah digulingkan.

Putin sebelumnya menyerukan kembalinya tatanan konstitusional di Niger, sementara ketua Wagner Yevgeny Prigozhin menyambut pengambilalihan tentara dan menawarkan jasanya.

Dukungan terhadap Rusia tampaknya melonjak di Niger sejak kudeta, dengan para pendukungnya mengibarkan bendera Rusia dalam aksi unjuk rasa dan menyerukan Prancis untuk melepaskan diri.

Pemimpin kudeta Niger telah mencabut serangkaian perjanjian militer dengan Prancis, meski Paris mengabaikannya dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengakui mereka sebagai otoritas sah.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)