Singapura. Foto: Unsplash.
Arif Wicaksono • 30 June 2024 17:09
Singapura: Menurut data dari lembaga pemeringkat kredit Moody’s, peristiwa pencucian uang di Singapura meningkat 79 persen dari periode 2022 sampai dengan 2023.
"Singapura mungkin rentan terhadap peningkatan risiko pencucian uang, karena perekonomiannya yang terbuka dan volume transaksi internasional yang tinggi," kata Direktur Senior dan Kepala Kelompok praktik kejahatan keuangan untuk Asia-Pasifik dan Timur Tengah di Moody’s Chua Choon Hong dikutip dari Business Times, Minggu, 30 Juni 2024.
Ia mencatat adanya peningkatan risiko pencucian uang di sektor keuangan Republik ini, meskipun negara ini memiliki reputasi kepatuhan yang kuat, sebagaimana disoroti dalam penilaian risiko nasional pencucian uang yang dilakukan oleh Otoritas Moneter Singapura. Hal ini menunjukkan potensi rasa puas diri di kalangan lembaga keuangan dan pelaku bisnis serta profesi non-keuangan.
“Meskipun peningkatan pengawasan terhadap peraturan dapat menyebabkan biaya kepatuhan yang lebih tinggi, hal ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan terhadap integritas perekonomian, mendorong perdagangan dan transaksi di kawasan, serta memitigasi dampak kejahatan keuangan,” tegas dia.
Basis data Moody’s mencatat peningkatan yang stabil dalam peristiwa pencucian uang di kawasan Asia-Pasifik dari tahun 2018 hingga 2023.
Di Asia Tenggara, peristiwa risiko pencucian uang meningkat 64 persen pada 2023 dibandingkan tahun 2018. Thailand, Singapura, Malaysia, Indonesia, dan Filipina menjadi lima negara teratas yang rentan melakukan ini.
Terdapat juga peningkatan jumlah pengguna penyedia layanan korporat di Singapura untuk pembentukan entitas yang berpotensi digunakan sebagai perusahaan cangkang.