Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. MI/Ramdani
Siti Yona Hukmana • 15 September 2024 15:18
Jakarta: Presiden terpilih Prabowo Subianto disebut-sebut akan bertemu dengan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri. Pertemuan itu dinilai tidak bermanfaat secara politik, kecuali PDIP bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Bahkan mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya, karena tidak ada lagi partai politik yang menjadi kontrol kekuasaan jika PDIP bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran," kata Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi dalam keterangan tertulis, Minggu, 15 September 2024.
Menurut dia, kalau itu terjadi tentu tidak mudah dan tidak gratis. Ada harga yang harus dibayar seperti sejumlah kursi menteri untuk PDIP. Terlebih, kata Haidar, PDIP merupakan partai dengan jumlah kursi terbanyak di DPR dan satu-satunya partai yang belum bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Dengan kondisi demikian, PDIP berada pada posisi tawar yang lebih tinggi. Apalagi PDIP tahu bahwa Prabowo tidak menginginkan adanya oposisi. Karena itu, PDIP pastinya akan jual mahal," ujar Wakil Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB itu.
Selain itu, Haidar memandang ada beberapa faktor yang membuat PDIP sulit bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran. Meski Prabowo dan Megawati memiliki hubungan yang sangat baik.
"Pertama, faktor sejarah. Orde lama versus orde baru. Soekarno versus Soeharto dan kita tahu, ada Titiek Soeharto bersama Prabowo," ungkap Haidar.
Haidar meyakini orde baru merupakan mimpi buruk dan memori kelam yang sangat membekas dalam ingatan Megawati. Baik pada masa awalnya ketika Soeharto menduduki tampuk kekuasaan menggantikan Soekarno, maupun pada akhirnya saat Megawati berperan dalam reformasi tumbangnya orde baru.
Faktor kedua ialah Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Haidar menilai hingga saat ini Megawati belum bisa menerima kekalahannya dari SBY pada Pilpres 2004.
Kala itu, SBY yang menjabat Menko Polhukam Kabinet Gotong Royong dengan Partai Demokrat yang baru didirikannya berhasil mengalahkan Megawati. Dengan perolehan suara 60,62 persen berbanding 39,38 persen.
Dua dekade berlalu, pertemuan antara Megawati dan SBY bisa dihitung jari. Haidar mengatakan mereka hanya bertemu di acara-acara resmi dan itu pun sebatas basa-basi.
Ketiga, faktor Joko Widodo. Dalam pengamatan Haidar, PDIP menganggap Presiden Jokowi sebagai pengkhianat partai.
Sebab, Jokowi telah mendukung Prabowo pada Pilpres 2024. Bahkan, mencalonkan anak sulungnya Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres Prabowo, hingga pemecatan Bobby Nasution sebagai kader PDIP. Pemecatan menantu Jokowi ini karena terang-terangan mendukung Prabowo-Gibran.
"Bagi Megawati dan PDIP, semua itu mungkin berbau pengkhianatan. Tapi menurut saya, Jokowi justru berusaha memenuhi salah satu isi perjanjian batu tulis antara Megawati dengan Prabowo," pungkas Haidar.
Kabar rencana pertemuan Prabowo-Megawati sebelumnya disampaikan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani. Menurutnya, Ketum Partai Gerindra dan Ketum PDIP itu saling memberi salam hormat. Pertemuan keduanya disebut akan segera terwujud.
"Insyaallah akan terjadi (pertemuan Prabowo-Megawati)," kata Muzani di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 9 September 2024.