Polisi Jerman dan otoritas Arab Saudi kini tengah bekerja keras mengumpulkan semua informasi terkait Taleb al-Abdulmohsen. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 23 December 2024 14:05
Magdeburg: Otoritas Arab Saudi kini tengah bekerja keras mengumpulkan semua informasi terkait Taleb al-Abdulmohsen, tersangka serangan di pasar Magdeburg, dan berkomitmen untuk berbagi informasi tersebut dengan penyelidikan yang sedang berlangsung di Jerman.
Melansir dari BBC, Senin 23 Desember 2024, Saudi telah mengirimkan empat "Notes Verbal" kepada pemerintah Jerman, yang berisi peringatan tentang ekstremisme Taleb al-Abdulmohsen. Tiga di antaranya dikirim ke badan intelijen Jerman, sementara satu lainnya ditujukan ke kementerian luar negeri di Berlin.
Namun, menurut pihak Saudi, tidak ada satu pun tanggapan yang diterima dari pemerintah Jerman.
Sebagian alasan ketidakpedulian ini mungkin berkaitan dengan status suaka yang diberikan Jerman kepada al-Abdulmohsen pada tahun 2016, setahun setelah mantan Kanselir Angela Merkel membuka perbatasan Jerman bagi lebih dari satu juta imigran dari Timur Tengah. Saat itu, al-Abdulmohsen telah menetap di Jerman selama sepuluh tahun.
Lahir di kota oasis, Hofuf, Arab Saudi, pada tahun 1974, latar belakang kehidupan awal al-Abdulmohsen tidak banyak diketahui. Pada usia 32 tahun, ia memutuskan meninggalkan Saudi dan pindah ke Eropa. Ia dikenal sebagai sosok yang aktif di media sosial dan melalui akun Twitter, ia memperkenalkan dirinya sebagai psikiater sekaligus pendiri gerakan hak asasi manusia di Saudi dengan nama pengguna @SaudiExMuslims.
Al-Abdulmohsen juga mendirikan situs web yang bertujuan membantu perempuan Arab Saudi melarikan diri ke Eropa. Namun, Pemerintah Arab Saudi menuduhnya sebagai penyelundup manusia. Kementerian Dalam Negeri Saudi, melalui divisi intelijennya yaitu Mabaatheth, dikabarkan memiliki arsip tebal mengenai aktivitas al-Abdulmohsen.
Laporan mengenai pengawasan ketat terhadap para pembangkang Saudi di luar negeri, termasuk di Kanada, AS, dan Jerman, telah mencuat dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam kasus ini, jelas bahwa otoritas Jerman, baik di tingkat federal maupun negara bagian, melakukan kelalaian serius. Apapun alasan mereka tidak merespons peringatan Saudi, al-Abdulmohsen tampaknya memang merupakan ancaman bagi negara tempatnya berlindung.
Selain itu, terdapat kegagalan dalam menutup atau setidaknya mengawasi jalur darurat menuju Alter Markt Magdeburg, yang memungkinkan al-Abdulmohsen mengemudikan BMW-nya dan diduga menabrak kerumunan di pasar tersebut.
Pemerintah Jerman telah membela tata letak pasar tersebut dan menyatakan bahwa penyelidikan terhadap masa lalu al-Abdulmohsen masih berlangsung.
Namun, yang memperumit situasi ini adalah catatan hak asasi manusia Arab Saudi yang buruk. Meskipun dianggap sebagai sekutu Barat, Saudi memiliki rekam jejak pelanggaran HAM yang signifikan. Hingga Juni 2018, perempuan Saudi dilarang mengemudi, dan mereka yang memperjuangkan hak tersebut sebelum larangan dicabut kerap dipenjara.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang saat ini masih berusia 30-an, tetap menjadi sosok yang sangat populer di Saudi. Meskipun para pemimpin Barat menjauhkan diri dari bin Salman pasca kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018, yang keterlibatannya ia bantah popularitasnya di dalam negeri terus meningkat.
Di bawah kepemimpinan de-facto bin Salman, kehidupan publik di Saudi mengalami transformasi besar, dengan dibukanya bioskop, diadakannya konser artis Barat, dan digelarnya acara olahraga serta hiburan berskala besar. Namun, ironi terjadi.
Ketika kebebasan sosial meningkat, kebebasan politik dan beragama semakin ditekan. Hukuman penjara lebih dari 10 tahun dijatuhkan hanya karena cuitan di media sosial, dan tidak ada seorang pun yang diizinkan mempertanyakan sistem pemerintahan Saudi.
Dalam situasi inilah, kelalaian Jerman dalam menangani kasus Taleb al-Abdulmohsen menjadi sorotan. (Muhammad Reyhansyah)