Ilustrasi bendera Jepang. Foto: Unsplash.
Tokyo: Ekspor Jepang mengalami penurunan pertama kalinya dalam sepuluh bulan pada September 2024, menurut data yang dirilis pada 17 Oktober. Penurunan ini menjadi perhatian pembuat kebijakan, karena permintaan global yang berkurang dapat mempersulit upaya bank sentral untuk mengakhiri kebijakan moneter longgar yang sudah berlangsung lama.
Dikutip dari Channel News Asia, Minggu, 20 Oktober 2024, permintaan yang lemah dari Tiongkok dan melambatnya pertumbuhan ekonomi di AS berdampak pada ekspor Jepang. Penguatan yen baru-baru ini, terutama setelah kenaikan suku bunga bank Jepang, semakin menekan nilai ekspor.
"Data terkini mengingatkan BOJ penguatan yen yang tajam dapat berdampak negatif pada ekspor," ungkap ekonom di Daiwa Institute of Research, Kazuma Kishikawa.
Kazuma Kishikawa dari Daiwa Institute of Research menyebutkan kemungkinan penurunan ekspor berlanjut karena ketidakpastian dalam ekonomi Tiongkok. Permintaan domestik di Tiongkok juga lebih lemah dari yang diharapkan, dan paket stimulus yang dijanjikan belum menunjukkan hasil signifikan.
.jpg)
(Ilustrasi, aktivitas perdagangan ekspor impor. Foto: Pexels)
Penurunan ekspor dan defisit perdagangan
Data Kementerian Keuangan menunjukkan total ekspor Jepang turun 1,7 persen di September, meleset dari proyeksi kenaikan 0,5 persen. Ekspor ke Tiongkok, mitra dagang terbesar, anjlok 7,3 persen, dan ekspor ke AS menyusut 2,4 persen, terutama karena lemahnya permintaan dari produsen mobil.
Kishikawa menegaskan penguatan yen dapat berdampak negatif pada ekspor, tetapi penurunan kecil di September mungkin tidak akan mempengaruhi keputusan suku bunga BOJ.
Sementara itu, impor Jepang naik 2,1 persen dibandingkan tahun lalu, lebih rendah dari proyeksi pasar 3,2 persen, menyebabkan defisit perdagangan sebesar 294,3 miliar yen (sekitar USD1,97 miliar) pada September, lebih besar dari proyeksi defisit 237,6 miliar yen.
Risiko ekonomi dan kebijakan BOJ
Gubernur BOJ Kazuo Ueda mengingatkan tentang risiko eksternal, terutama ketidakpastian ekonomi di AS, sebelum keputusan suku bunga. BOJ diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada 30-31 Oktober dan proyeksi inflasi tetap sekitar dua persen hingga Maret 2027.
Survei triwulanan menunjukkan dampak perlambatan
ekonomi global belum sepenuhnya dirasakan, dengan sentimen bisnis dan rencana pengeluaran perusahaan yang tetap kuat.
Penurunan ekspor Jepang mencerminkan tantangan dari perlambatan ekonomi di Tiongkok dan AS. Dengan proyeksi inflasi yang stabil dan keputusan suku bunga mendatang, BOJ perlu waspada terhadap perubahan di pasar global.
Meskipun ada kekhawatiran, sentimen bisnis dan rencana pengeluaran perusahaan menunjukkan ketahanan, memberikan harapan untuk pemulihan di masa depan. (Nanda Sabrina Khumairoh)