Komponen Harga Bergejolak hingga Tengah Tahun Berhasil Diredam

Ilustrasi. Foto: dok MI/Atet Dwi Pramadia.

Komponen Harga Bergejolak hingga Tengah Tahun Berhasil Diredam

Media Indonesia • 2 July 2024 14:23

Jakarta: Inflasi nasional untuk Juni 2024 diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berada di 2,51 persen secara tahunan dan secara bulanan mengalami deflasi yang lebih dalam dibandingkan Mei 2024. Deflasi tersebut berada di angka 0,08 persen dan disebutkan ini merupakan deflasi yang kedua kali selama tahun ini.
 
Deflasi juga tercatat pada komponen harga bergejolak secara bulanan. Komponen ini mengalami deflasi sebesar 0,98 persen dengan andil deflasi sebesar 0,16 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi dalam komponen bergejolak ini antara lain bawang merah, daging ayam ras, dan tomat.
 
Di bulan sebelumnya, komponen harga bergejolak juga mengalami deflasi 0,69 persen. Namun secara tahunan, komponen harga bergejolak berada di 5,96 persen dengan andil dari beras, cabai merah, dan bawang merah.
 
Merespons hal tersebut, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengutarakan pihaknya bersama segenap stakeholder pangan akan terus menjalankan berbagai instrumen pengendali inflasi, terutama inflasi pangan yang merupakan bagian dari komponen harga bergejolak.
 
"Kita pahami komponen volatile food itu sering menjadi penyumbang inflasi setiap bulannya. Jadi sebagaimana arahan Bapak Presiden Jokowi, pemerintah secara bersama-sama tanpa henti terus menerus akan menjalankan banyak instrumen pengendali inflasi pangan," ujar Arief kepada Media Indonesia pada Selasa, 2 Juli 2024.
 
Selama semester pertama di 2024 ini, frekuensi kelompok harga bergejolak sebagai komoditas penyumbang inflasi secara bulanan, disematkan BPS sebagai yang paling sering muncul.
 
Dalam kurun waktu Januari sampai Juni 2024, ada frekuensi kemunculan sebanyak empat kali berasal dari bawang merah, daging ayam ras, bawang putih, dan ikan segar. Sementara beras, cabai merah, dan telur ayam ras muncul tiga kali.
 
"Tentunya pencapaian yang merupakan hasil kolaborasi semua stakeholder pangan, salah satunya dapat terlihat pada historis inflasi tengah tahun. Di tengah 2022, inflasi komponen harga bergejolak sempat cukup tinggi, yang kemudian terus kita tekan dan kendalikan, sehingga di tengah 2024 ini, bisa lebih mengendur," ungkap Arief.
 
Dalam catatan BPS, inflasi tengah tahun banyak disumbang oleh komoditas harga bergejolak. Namun telah terjadi penurunan inflasi komponen harga bergejolak dilihat dari year to date.
 
Pada inflasi tengah 2022, inflasi komponen harga bergejolak mendekati delapan persen. Angka itu menurun di tengah 2023 menjadi sekitar 3,30 persen dan kembali menurun di 2024 menjadi 1,72 persen.
 
"Hal positif lainnya ada pada Nilai Tukar Petani (NTP) yang mulai beranjak naik kembali. Utamanya pada subsektor tanaman pangan di Juni 2024 ada kenaikan, sehingga kebijakan penetapan harga di tingkat produsen dari Bapanas cukup efektif menjaga kepentingan petani. Ke depannya kita akan terus menjaga pula di tingkat pedagang dan konsumen," tutur Arief mengungkapkan.
 

Baca juga: Inflasi Juni 2024 Turun
 

Kenaikan NTP dorong petani tingkatkan produksi

 
Sebagaimana diketahui, NTP di Juni 2024 mengalami kenaikan sebesar 1,77 persen menjadi 118,77 dari bulan sebelumnya yang berada di 116,71. Sementara Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) juga naik 1,50 persen menjadi 106,20 persen dari bulan sebelumnya 104,63. Kenaikan ini merupakan angin segar mengingat NTPP mulai terdepresiasi sejak Maret 2024. Kala itu menurun 5,01 dari 120,30 menjadi 114,28.
 
Salah satu faktor pengungkit NTPP, jelas Arief, dipengaruhi oleh penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Perbadan 6 Tahun 2023 tentang Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras yang disahkan pada awal Juni lalu.
 
Di kesempatan berbeda, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Kuntoro Boga Andri mengatakan kenaikan NTP merupakan keuntungan bagi petani dan perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi.
 
Sebab, selama ini sektor pertanian menjadi tumpuan pembangunan ekonomi, sekaligus menjanjikan kesejahteraan rakyat. Utamanya, dalam hal ini perlu diperhatikan peningkatan daya saing komoditas, peluang pasar ekspor dan upaya mendorong pertumbuhan produksi komoditas pertanian nasional.
 
"Yang pasti harga yang baik dan pasar yang menjanjikan harus terus dimanfaatkan. Momentum ini sangat penting bagi para petani kita dan pelaku bisnis pertanian ke depannya," kata Kuntoro.
 
(NAUFAL ZUHDI)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)