Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. (MI/Ebet)
Abdul Kohar • 5 February 2025 06:17
ADA dua berita penting yang 'menyelip' di antara berita penting lainnya, pekan ini. Kedua berita itu berhubungan, bahkan seperti simbiosis mutualisme. Berita pertama, rilis Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan terjadi deflasi pada Januari 2025. Berita kedua, di tengah keluhan melemahnya daya beli, lalu lintas luar biasa padat saat libur panjang Isra Mikraj dan Imlek pada akhir Januari.
BPS mencatat, sepanjang Januari 2025, Indonesia mengalami deflasi 0,76 persen month to month. Itu merupakan angka deflasi bulanan terdalam sejak lebih dari seperempat abad lalu. Deflasi terdalam sebelumnya terjadi 26 tahun lalu, yakni pada Agustus 1999 yang sebesar 0,93 persen. Deflasi bulanan pada Januari 2025 itu merupakan deflasi pertama setelah terakhir kali terjadi pada September 2024.
Kelompok penyumbang terbesar deflasi Januari ialah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan angka deflasi 9,16 persen. Di antara kelompok itu, tarif listrik menjadi penyumbang terbesar, yakni 1,44 persen. Itu terjadi setelah PLN mendiskon tarif listrik berdaya hingga 2.200 VA sebesar 50 persen, pada Januari sampai Februari. Tiket pesawat dan kereta api juga ikut menyumbang deflasi walau lebih kecil.
Lalu, deflasi itu rupanya berimbas pada berita kedua, tentang padatnya lalu lintas akibat banyaknya orang berwisata menikmati liburan panjan akhir Januari. Padahal, banyak yang menyebutkan memasuki 2025, ekonomi Indonesia masih dihantui penurunan daya beli, PHK massal, hingga turunnya kelas menengah.
Namun, di tengah kondisi tersebut, di libur panjang Isra Mikraj dan Imlek, tempat hiburan masih ramai pengunjung. Ada yang bertanya, gejala apa ini? Apakah diskon tarif listrik, tiket pesawat yang turun, dan tiket kereta api yang tidak naik ampuh menggenjot sektor pariwisata? Boleh jadi begitu.
Lalu, saya mendapat 'celah' jawaban kondisi itu dari pakar bisnis yang juga seorang guru besar, Rhenald Kasali. Dalam momen libur panjang itu, tempat-tempat hiburan ramai pengunjung hingga mengakibatkan kondisi macet di sejumlah tempat.
"Libur panjang, jalanan macet kembali, dan hari libur tahun ini diperkirakan lebih dari 100 hari dalam setahun, banyak libur ditambah Sabtu dan Minggu. Jadi, kenapa jalan tetap ramai? Padahal, banyak yang mengatakan daya beli turun, jumlah kelas menengah berkurang, pengangguran banyak, orang kena PHK apalagi, anak muda susah cari kerja," kata Rhenald, lewat unggahan Instagram @rhenald.kasali.
Baca Juga:
Bahlil Pastikan Diskon Tarif Listrik 50% hanya Sampai Februari |