Setidaknya 23 Orang Tewas Karena Serangan Udara di Vihara Myanmar

Foto: EPA-EFE/NYEIN CHAN NAING

Setidaknya 23 Orang Tewas Karena Serangan Udara di Vihara Myanmar

Riza Aslam Khaeron • 12 July 2025 10:38

Naypyidaw: Sedikitnya 23 orang dilaporkan tewas akibat serangan udara yang menghantam sebuah vihara di Desa Lin Ta Lu, wilayah Sagaing tengah, Myanmar. Melansir ABC Australia pada Sabtu, 12 Juli 2025, serangan terjadi pada dini hari sekitar pukul 01.00 waktu setempat dan menyasar bangunan biara yang menjadi tempat perlindungan bagi warga sipil yang mengungsi dari konflik.

Saksi mata mengatakan serangan udara tersebut menewaskan empat anak dan melukai sekitar 30 orang lainnya, sepuluh di antaranya dalam kondisi kritis. Sekitar 150 warga dari desa-desa sekitar dilaporkan sedang berlindung di vihara tersebut untuk menghindari pertempuran yang kian intensif antara militer Myanmar dan pasukan pro-demokrasi.

Menurut seorang anggota kelompok perlawanan yang tidak disebutkan namanya, jet tempur junta militer menjatuhkan bom ke bangunan biara yang berada sekitar 35 kilometer barat laut Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar.

Hlaing Bwa, kepala kelompok pro-demokrasi yang mengelola sebagian wilayah tengah negara itu, juga membenarkan bahwa serangan dilakukan oleh Dewan Administrasi Negara, otoritas militer penguasa saat ini.

Vihara yang menjadi sasaran menampung sekitar 200 orang yang mengungsi dari konflik bersenjata di wilayah sekitarnya.

Militer Myanmar belum memberikan komentar resmi atas kejadian ini, namun dalam pernyataan sebelumnya mereka selalu berdalih hanya menyerang target sah dan menyebut kelompok perlawanan sebagai teroris.

Ironisnya, serangan udara ini terjadi hanya beberapa minggu setelah junta mengumumkan gencatan senjata sementara pasca-gempa bumi besar 7,7 magnitudo yang mengguncang Sagaing pada 28 Maret 2025 dan menewaskan hampir 3.700 orang.
 

Baca Juga:
Menlu Sugiono Desak Penghentian Kekerasan yang Terjadi di Myanmar

Gencatan senjata itu dimaksudkan untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan dan pemulihan wilayah terdampak. Namun kenyataannya, militer tetap melancarkan serangan terhadap wilayah-wilayah yang dikuasai kelompok oposisi, termasuk area yang sudah rusak parah akibat gempa.

Menurut media independen Democratic Voice of Burma, jumlah korban sebenarnya bisa mencapai 30 orang, namun data pasti masih sulit dikonfirmasi karena keterbatasan akses ke lokasi.

Serangan ini juga terjadi hanya beberapa pekan setelah militer melancarkan ofensif besar-besaran di area sekitar Lin Ta Lu, dengan mengerahkan ratusan pasukan, tank, dan dukungan udara untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai kelompok perlawanan.

Nay Phone Latt, juru bicara pemerintah bayangan National Unity Government (NUG), mengatakan bahwa serangan ini adalah bagian dari strategi militer untuk memperluas kembali kontrolnya menjelang pemilu yang direncanakan digelar pada akhir tahun ini.

"Junta mencoba melegitimasi kekuasaan lewat pemilu, tetapi mereka menggunakan kekerasan sistematis untuk membersihkan wilayah perlawanan terlebih dahulu," ujarnya.

Konflik di Myanmar semakin memburuk sejak kudeta militer Februari 2021. Banyak warga yang sebelumnya melakukan protes damai akhirnya mengangkat senjata karena represi yang brutal. Penggunaan serangan udara oleh junta meningkat drastis sejak itu, terutama di wilayah-wilayah yang menjadi basis kuat kelompok bersenjata pro-demokrasi seperti Sagaing.

Namun kelompok perlawanan tidak memiliki pertahanan udara yang memadai untuk menghadapi serangan tersebut.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)