Presiden AS Donald Trump lakukan pertemuan dengan Presiden UEA Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan. Foto: Anadolu
Dubai: Uni Emirat Arab (UAE) akan membangun kampus kecerdasan buatan (AI) terbesar di dunia di luar Amerika Serikat (AS) setelah menandatangani kesepakatan strategis dengan Washington pada Kamis 15 Mei 2025, dalam kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke Abu Dhabi.
Kesepakatan ini membuka jalan bagi UAE untuk mengimpor hingga 500.000 chip AI canggih Nvidia per tahun mulai 2025, sebuah langkah yang sebelumnya dibatasi karena kekhawatiran AS atas kedekatan UAE dengan Tiongkok.
Kesepakatan diumumkan saat Trump dan Presiden UAE Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan bertemu langsung di istana di Abu Dhabi, disertai kehadiran CEO Nvidia Jensen Huang. Dalam tayangan televisi, ketiganya tampak berdiskusi intens mengenai potensi masa depan AI di wilayah tersebut.
Menurut Departemen Perdagangan AS, pusat AI seluas 25,9 kilometer persegi di Abu Dhabi akan memiliki kapasitas daya sebesar 5 gigawatt, cukup untuk mendukung penggunaan sekitar 2,5 juta unit chip Nvidia B200, menjadikannya infrastruktur AI terbesar di luar AS.
"Itu lebih besar dari semua pengumuman infrastruktur AI besar yang pernah ada sejauh ini," kata analis Rand Corporation Lennart Heim di platform X, seperti dikutip Channel News Asia, Jumat 16 Mei 2025.
Langkah strategis
Kesepakatan ini menjadi kemenangan besar diplomatik dan ekonomi bagi UAE, yang tengah mendorong posisinya sebagai pemain utama AI global. Selama pemerintahan Presiden Joe Biden, hubungan UAE–AS di bidang teknologi sempat tegang karena kekhawatiran chip canggih bisa bocor ke tangan Tiongkok, mitra dagang terbesar UAE.
Kini, Trump memutuskan untuk melonggarkan pembatasan ekspor demi memperkuat aliansi strategis. Menurut pernyataan Gedung Putih, kampus AI akan dibangun oleh perusahaan milik negara G42, namun dikelola oleh perusahaan-perusahaan AS dengan layanan cloud yang diawasi langsung oleh operator Amerika.
“Perjanjian ini mencakup komitmen bersejarah UAE untuk menyelaraskan peraturan keamanan nasionalnya dengan standar AS, termasuk perlindungan kuat terhadap penyimpangan teknologi asal AS,” demikian bunyi lembar fakta yang dirilis pemerintah AS.
Dalam kerangka kerja yang telah dinegosiasikan sejak akhir masa jabatan Biden, UAE juga akan berinvestasi dalam pusat data AS dengan skala dan kapasitas yang sebanding dengan kampus yang dibangun di Abu Dhabi.
Reorientasi Teknologi
Sebagai bagian dari syarat kesepakatan, UAE melalui G42 telah menghapus perangkat keras buatan Tiongkok dan melepas investasi Tiongkok untuk meyakinkan Washington akan keamanan teknologinya. G42 dan MGX juga tercatat telah berinvestasi di perusahaan AS seperti OpenAI dan xAI milik Elon Musk. Microsoft bahkan menyuntik dana USD1,5 miliar ke G42 tahun lalu.
Amazon Web Services disebut akan terlibat dalam proyek melalui kerja sama lokal dalam bidang keamanan siber dan adopsi cloud, sementara Qualcomm akan membangun pusat teknik berbasis AI di negara tersebut.
“Ini bukan berarti meninggalkan Tiongkok, tapi menyesuaikan strategi teknologi agar sesuai dengan standar AS terutama dalam hal komputasi, cloud, dan rantai pasok chip,” kata Mohammed Soliman dari Middle East Institute.
Meski demikian, kehadiran perusahaan-perusahaan Tiongkok seperti Huawei dan Alibaba Cloud masih kuat di UAE. Selain itu, laporan sebelumnya menyebut UAE termasuk dalam jalur penyelundupan chip AI ke Tiongkok, meski kini pemerintah UAE disebut berkomitmen untuk mematuhi kerangka kerja keamanan AS secara ketat.
Dengan perubahan kebijakan ekspor dan rekonsiliasi hubungan strategis ini, UAE kini berada di posisi yang belum pernah terjadi sebelumnya: menjadi mitra teknologi utama AS di kawasan, sekaligus tetap mempertahankan hubungan ekonomi yang erat dengan Tiongkok.
(Muhammad Reyhansyah)