Kepemimpinan Paus Fransiskus cenderung merangkul semua kalangan atas nama kemanusiaan. (EPA-EFE)
Willy Haryono • 19 May 2025 20:22
Jakarta: Mendiang Paus Fransiskus dinilai meninggalkan warisan diplomasi moral yang kuat dalam menghadapi berbagai krisis global, termasuk konflik di Gaza dan Myanmar.
Presiden Timor Leste, José Ramos-Horta, menyampaikan bahwa pendekatan Fransiskus dalam isu-isu kemanusiaan menjadi pembeda di tengah kegagalan diplomasi formal negara-negara besar.
“Dalam pertemuan saya dengan Paus Fransiskus di Roma, kami berbicara panjang soal Myanmar dan Palestina. Beliau sangat tersentuh dengan penderitaan rakyat Palestina, dan saya tidak akan memaafkan diri saya jika melupakan itu,” kata Ramos-Horta dalam forum diskusi yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Senin 19 Mei 2025.
Ramos-Horta menekankan bahwa dunia telah gagal mencegah konflik dan justru membiarkan ketegangan meningkat. Dalam konteks itu, suara moral seperti Paus Fransiskus menjadi penting untuk menjaga nurani global.
“Kita gagal mencegah konflik di Myanmar, di Ukraina, dan di banyak tempat. Tapi Paus mengingatkan kita bahwa kita bukan penjahat, bukan juga pelaku kejahatan yang diam,” ujarnya.
Menurutnya, Vatikan di bawah kepemimpinan Paus Fransiskus menjalankan diplomasi berbasis nilai dan solidaritas kemanusiaan.
“Beliau menghubungkan semua keyakinan. Bahkan membangun hubungan luar biasa dengan Imam Besar Al-Azhar dan mendukung Deklarasi Persaudaraan Manusia,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Paris Peace Forum, José Ángel Gurría menambahkan bahwa kekuatan Paus terletak pada keberaniannya untuk “mengatakan kebenaran kepada kekuasaan.”
Ia menyebut Paus menggunakan kekuasaan moralnya bukan untuk dominasi, melainkan untuk menyuarakan keadilan dan dialog. (Muhammad Reyhansyah)
Baca juga: Paus Leo XIV Memulai Masa Kepausan dengan Seruan Persatuan dan Harmoni