Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)
Media Indonesia • 30 September 2024 06:22
Jakarta: Sudah 160 hari Prabowo Subianto menyandang status sebagai presiden terpilih. Status itu ditetapkan Komisi Pemilihan Umum pada 24 April 2024. Dalam pidatonya sebagai presiden terpilih, Prabowo mengajak para elite untuk bersatu.
Ajakan untuk bersatu tidak sekadar lisan. Prabowo pun proaktif menemui atau menerima kunjungan para elite politik. Pertemuan para elite hendaknya diadakan dalam rangka menebalkan komitmen untuk menjalankan mandat konstitusi, bukan semata-mata berbagi jatah kursi menteri di kabinet.
Sudah banyak ketua umum partai politik yang bertemu dengan Prabowo. Akan tetapi, sejauh ini, Prabowo belum sempat bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang juga Presiden Ke-5 RI. Tinggal Megawati yang belum bertemu Prabowo.
Baik Prabowo maupun Megawati mencari cara masing-masing untuk bisa bertemu. Megawati, misalnya, sejak awal April 2024 menugasi putrinya yang juga Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, untuk membangun komunikasi dengan Prabowo.
Sudah lima bulan berlalu, Puan belum berhasil mempertemukan Megawati dengan Prabowo. Kedua pemimpin itu ingin bertemu sebelum Prabowo dilantik sebagai presiden, tinggal 20 hari dari sekarang.
Meski demikian, Puan memastikan pertemuan Megawati dengan Prabowo akan berlangsung di tempat yang asyik. Puan menjelaskan kepada pers pada 26 September 2024 bahwa sejumlah komunikasi terus dilakukan untuk menentukan waktu pertemuan.
Pertemuan Prabowo dengan Megawati bukan sekadar memenuhi keinginan Prabowo agar para elite bersatu dan berkorban demi rakyat. Lebih dari itu, sejatinya rakyat pun merindukan para elite, utamanya presiden dan mantan presiden, untuk bersatu.
Bukan rahasia lagi, sudah tujuh presiden silih berganti memimpin negara ini dalam 79 tahun merdeka. Satu kesamaan mereka ialah tidak baku omong, enggan bertegur sapa dengan pendahulu mereka.
Presiden Sukarno tidak bisa bicara dengan penggantinya, Jenderal Soeharto. Pak Harto pun tidak ingin bicara dengan Bung Karno. Hubungan keduanya kian renggang.
Selanjutnya, Presiden Soeharto enggan bertemu, apalagi mau bicara, dengan BJ Habibie. Padahal, Habibie menganggap Soeharto sebagai profesor politiknya. Begitu juga Presiden Habibie ketika turun dari panggung kekuasaan tidak mau bicara dengan Abdurrahman Wahid.
Presiden Wahid yang dipaksa mundur di tengah jalan pemerintahannya juga tidak berbicara dengan Megawati Soekarnoputri. Kebiasaan tidak baku omong itu dilanggengkan Presiden Megawati yang digantikan Susilo Bambang Yudhoyono. Begitu juga antara Yudhoyono dan penggantinya, Joko Widodo, terkesan berseberangan.
Prabowo yang akan dilantik menjadi Presiden Ke-8 RI diharapkan mampu mematahkan mitos presiden dengan pendahulunya tidak baku omong. Kiranya mereka bisa berjumpa dan bersapa demi rakyat.
Setelah Prabowo dilantik sebagai presiden, tersisa tiga mantan presiden, yaitu Joko Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Megawati Soekarnoputri. Prabowo mestinya tidak memiliki kendala psikologis untuk bersapa dengan ketiganya.
Prabowo dan Jokowi saat ini mempunyai hubungan yang baik, apalagi Jokowi disebut-sebut berada di balik kemenangan Prabowo bersama Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak sulung Jokowi. Hingga kini Jokowi, yang pada Pilpres 2014 dan 2019 diusung PDIP, belum berbicara tentang rencana karier politiknya setelah tidak menjadi presiden.
Hubungan Prabowo dengan Yudhoyono juga baik-baik saja. Yudhoyono ialah mantan ketua umum yang kini menjabat Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat. Partai Demokrat salah satu pengusung pasangan Prabowo-Gibran. Sejauh ini, Prabowo dan Yudhoyono sudah bertemu dalam berbagai kesempatan.
Prabowo menjalin hubungan baik dengan Megawati sebuah keniscayaan. PDIP yang dipimpin Megawati merupakan partai politik pemenang Pemilu 2014, 2019, dan 2024. Prabowo membutuhkan dukungan penuh dari parlemen atas kebijakannya.
Pada Pilpres 2009, Megawati maju dan berpasangan dengan Prabowo Subianto. Duet Megawati-Prabowo kala itu melawan Yudhoyono-Boediono dan Jusuf Kalla-Wiranto. Hasilnya, Yudhoyono-Boediono menang.
Merawat hubungan baik dengan tiga mantan presiden itulah yang mendorong niat Prabowo untuk membentuk presidential club. Dalam klub tersebut, nantinya para mantan presiden Indonesia akan berdiskusi dan bertukar pikiran. Tujuannya ialah menjaga silaturahim dan menjadi suri teladan.
Ada kendala yang kiranya Prabowo bisa mencarikan jalan keluarnya untuk merealisasikan presidential club. Ada dinamika dalam relasi Megawati dengan dua mantan presiden lainnya.
Dinamika itu terkait dengan hubungan Megawati dan Yudhoyono yang disebut-sebut renggang sejak Pilpres 2004. Begitu juga hubungan Megawati dengan Jokowi dianggap renggang sejak Jokowi dituding cawe-cawe mendukung Prabowo dalam Pilpres 2024. Namun demikian, pada awal Agustus 2024, Megawati menyebut hubungannya dengan Jokowi baik-baik saja.
Elok nian bila presiden dan para pendahulunya selalu bersatu dan melakukan kegiatan bersama untuk kepentingan bangsa. Kita sadari problem bangsa ini memang amat serius. Persoalan menjadi kian berat karena tidak bersatunya para mantan presiden.
Hubungan yang kurang harmonis di antara presiden dan pendahulunya menjadi persoalan besar bagi perjalanan sejarah negeri ini. Karena itulah, patut diapresiasi pertemuan Prabowo dan Megawati di tempat yang asyik.
Lebih asyik lagi jika persatuan dan kesatuan bangsa yang selalu dipidatokan saat berkuasa tetap memiliki makna saat mereka tidak menjabat presiden. Persatuan dan kesatuan itu diwujudkan dalam perjumpaan untuk baku omong.
(Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group)