Permukiman warga terendam banjir. (MGN/Hasanuddin)
Grobogan: Banjir melanda Kota Semarang berangsur surut, tetapi di Kabupaten Grobogan dan Kudus, Jawa Tengah, ribuan rumah masih masih terendam banjir, akibat tanggul jebol serta meluapnya sejumlah sungai di daerah itu, sehingga aktivitas warga terganggu serta lalu lintas lumpuh.
Pemantauan Media Indonesia, Minggu, 17 Maret 2024,banjir yang merendam Grobogan dan Kudus belum menunjukan tanda surut. PAsalnya sejumlah sungai masih terus menggelontorkan air ke sejumlah kawasan akibat meningkatnya volume air dari daerah hulu.
Cuaca sedikit lebih baik dengan sinar matahari sejak pagi mulai muncul, namun Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang Yoga Sambodo tetap mengingatkan ancaman bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan angin kencang masih tinggi karena cuaca ekstrem di sejumlah daerah berpotensi hingga akhir pekan ini.
"Sejumlah daerah masih rawan bencana, karena cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang dan sambaran petir masih berpotensi hingga akhir pekan ini," kata Yoga Sambodo.
Berdasarkan data, lanjut Yoga, daerah masih mengalami cuaca ekstrem yakni Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Semarang, Salatiga, Temanggung, Kota Magelang, Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, serta Kota Semarang, Tegal, Pekalongan, Kebumen, Purworejo, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, dan Kota Surakarta.
Di Kabupaten Grobogan imbas dari meluapnya Sungai Lusi dan sungai lainnya akibat cuaca ekstrem di daerah hulu setidaknya 68% wilayah daerah ini masih terendam banjir dengan ketinggian capai 80 sentimeter dan 692 jiwa masih bertahan di pengungsian.
"Ada 3.341 rumah di sini terendam," kata Kepala BPBD Grobogan Endang Sulistyoningsih.
Hasil inventarisasi banjir di Grobogan, lanjut Endang Sulistyoningsih, banjir terjadi sejak Rabu, 13 Maret 2024, lalu merendam 113 desa di 13 kecamatan yakni Kecamatan Grobogan, Klambu, Wirosari, Brati, Ngaringan, Tawangharjo, Gubug, Purwodadi, Karangrayung, Penawangan, Godong, Tegowanu, dan Pulokulon.
"Banjir saat ini lebih besar dibandingkan Februari lalu, akibat tujuh
tanggul jebol banjir selain mengepung permukiman, banjir juga merendam 4.352 hektare area persawahan dan 80 fasilitas pendidikan, kita sudah dirikan 45 dapur umum," ujar Endang Sulistyoningsih.
Di Kabupaten Kudus, banjir sebagai dampak meluapnya sejumlah sungai seperti Sungai Piji, Gelis, Dawe, dan Wulan mengakibatkan 22 ribu jiwa (6.884 keluarga) terdampak, karena sedikitnya Lina kecamatan yakni Mejobo, Kaliwungu, Jati, Jekulo, dan Undaan terendam dengan ketinggian air 30-70 sentimeter.
Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Kudus, Munaji, mengatakan banjir disebabkan intensitas hujan yang tinggi selama beberapa hari terakhir, hal ini mengakibatkan volume air di sejumlah sungai tersebut meningkat dan sebagian melimpas ke pemukiman warga serta menutup jalan.
"Ada empat orang meninggal akibat banjir ini," tambahnya.
Di Kota Semarang banjir mulai surut, meskipun masih terdapat genangan banjir setinggi 10-30 sentimeter terutama di ruas jalan Pantura Semarang-Demak tepatnya di Jalan Kaligawe Raya, namun kendaraan besar sudah mulai dapat melintas dengan kecepatan rendah.
"Merambat rapi sudah dapat melintas," ujar Sunaryo, 45, pengemudi truk sembako.
Hingga Minggu, 17 Maret 2024, di beberapa ruas jalan lain juga sudah menyusut dratis, bahkan sudah mengering namun di perkampungan penduduk di Kota Semarang seperti Kaligawe, Genuk, dan Telogosari banjir masih merendam dengan ketinggian air 20-50 sentimeter.
"Kita terus upaya lakukan pemompaan hingga kering, pengungsi juga mulai pulang," ungkap Kepala BPBD Kota Semarang Endro Pudyo Martanto.