Ilustrasi. Foto: Medcom.id 
                                                
                    M Ilham Ramadhan Avisena • 12 October 2024 14:55 
                
                
                    
                        jakarta: Dunia usaha mengaku aspek kepastian hukum masih menjadi persoalan yang menghambat perkembangan berusaha di Indonesia. 
Padahal geliat dunia usaha menentukan laju perekonomian dalam negeri. 
Presiden Direktur Suvarna Sutera Mayjen TNI (Purn) Tri Tamtomo H. R Danoeri mengatakan, masalah kepastian lahan masih menjadi momok bagi para pengembang. 
"Pengembang ini minta kepastian, hukum harus ditegakkan, pengembang adalah bagian anak negara, pengembang, yang harus dapat perlindungan," ujar dia dalam Kompas 100 CEO Forum, dilansir Media Indonesia, Sabtu, 12 Oktober 2024.
Satu contoh kasus, misalnya, para pengembang kerap diminta bertanggungjawab atas lahan yang sedianya tak ada sangkut pautnya. 
"Ini kadang tanah negara diduduki orang tidak bertanggung jawab, kok kita yang diminta bertanggung jawab? Kita tidak ada urusannya. Ini tentu menjadi PR buat pemerintah ke depan," jelas Tri. 
 
Menteri Investasi Rosan P Roeslani. Foto: Medcom.id/Husen M
Permasalahan hukum tak melulu soal izin dan pajak
Menanggapi hal itu, Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menyampaikan, masalah kepastian hukum memang masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha di Indonesia. 
Kepastian hukum itu tak sekadar pada aspek perizinan maupun pajak. 
"Salah satu tantangan yang ada, bagaimana kita atasi itu, kita harus mengikuti peraturan yang ada. Itu tantangan yang ada. How to resolve itu, itu perlu good will very strong dari semua pihak," kata Rosan. 
"Isu-isu itu memang perlu dilaporkan ke aparat berwenang, pendudukan lahan. Jadi rule of law memang selalu the biggest challenge, membuat investasi di Indonesia hadapi tantangan," imbuh dia.
Salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah, kata Rosan, ialah memanfaatkan proses digital dalam proses administrasi antara pemerintah dan dunia usaha. Online Single Submission (OSS), misalnya, kendati telah memanfaatkan sistem digital, proses lanjutannya masih dilakukan secara manual oleh kementerian terkait. 
Akibatnya, proses perizinan yang mestinya selesai dalam waktu singkat malah memakan waktu lama. Padahal 18 kementerian telah melakukan perjanjian terkait Service Level Agreement (SLA) perihal proses perizinan tersebut. 
"Kejadiannya proses itu bisa 6 bulan, 9 bulan, setahun, yang kena adalah BKPM. Oleh sebab itu, kita sudah lihat, saya akan tulis surat ke 18 instansi itu, mereka harus patuhi SLA itu, kalau tidak, misal kita sudah janji 3 hari, lalu tidak keluar izinnya, itu saya yang akan keluarkan izinnya," tutur dia.