Sinyal Resesi AS Belum Hilang, Indeks S&P 500 Bisa Terkoreksi Dalam

Wall Street. Foto: Unsplash.

Sinyal Resesi AS Belum Hilang, Indeks S&P 500 Bisa Terkoreksi Dalam

Arif Wicaksono • 8 May 2024 18:12

Chicago: Ada dua faktor yang menandakan resesi pada akhir tahun atau awal 2025. Penurunan tersebut dapat memicu koreksi saham Amerika Serikat (AS) sebesar 30 persen.

Menurut Ahli Strategi BCA Research Roukaya Ibrahim, pasar saham AS sangat dihargai tinggi. Dia menuturkan Price Earning (PE) pasar saham AS akan turun kembali ke tingkat dalam lima tahun sebelum pandemi.
 

baca juga:

Wall Street Beragam, Bursa Eropa Menguat


"Saya pikir hal ini meningkatkan kemungkinan mereka lebih rentan terhadap penurunan. Dan perkiraan kami jika kita mengalami resesi ini, pada akhir 2024, 2025, S&P 500 kemungkinan besar akan turun ke sekitar 3600," kata Ibrahim, dilansir Business Insider, Rabu, 8 Mei 2024.

Menurut Ibrahim, laporan pekerjaan untuk April, yang menunjukkan pengusaha hanya menambah 175 ribu pekerjaan dan meningkatkan kepercayaan terhadap narasi soft landing, sebenarnya mengandung tanda-tanda kekhawatiran akan melemahnya perekonomian.

Narasi soft landing

Jika dikaji lebih dekat, laporan ini menunjukkan tingkat lowongan pekerjaan, perekrutan, dan berhenti kerja yang lebih rendah, yang menandakan adanya pergeseran narasi menuju resesi.

"Saya pikir masih ada landasan untuk melanjutkan narasi soft landing dalam beberapa bulan mendatang. Tetapi pada akhirnya, tingkat pengangguran akan semakin tinggi dan hal ini akan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya resesi," tegas dia.

Hambatan besar lainnya akan datang dari Tiongkok, yang pemerintahnya kemungkinan tidak akan menyuntikkan stimulus dalam jumlah besar ke dalam perekonomian yang sedang kesulitan.

"[Para pengambil kebijakan Tiongkok] belum benar-benar memberi isyarat akan ada cukup stimulus untuk benar-benar menghidupkan kembali perekonomian Tiongkok. Oleh karena itu, pemulihan apa pun yang kita lihat dalam jangka waktu dekat dalam hal siklus manufaktur global, akan memakan waktu singkat," katanya.

Sementara itu, Ibrahim mencatat dampak Tiongkok terhadap perekonomian AS tidak seberapa dibandingkan dengan dampaknya terhadap Eropa. Dia mengatakan negara-negara Eropa akan menghambat pemulihan jangka panjang dalam sektor manufaktur global.

"Kawasan Euro tidak akan bisa lepas dari resesi jika AS terjerumus ke dalamnya, jadi ini adalah fenomena global yang kami perkirakan," ujarnya.

Ibrahim bukan satu-satunya yang menyebut terjadinya resesi dan anjloknya pasar saham.

Veteran Wall Street Gary Shilling, yang dikenal karena meramalkan gelembung hipotek pada pertengahan 2000-an, juga memperkirakan kehancuran pasar saham sebesar 30 persen pada akhir tahun ini

"Pasar saham akan hancur dengan resesi yang kemungkinan akan menghancurkan taruhan spekulatif yang telah menumpuk dalam beberapa tahun terakhir," tegas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)