Pasukan Garda Nasional Amerika Serikat. Foto: The New York Times
Fajar Nugraha • 28 November 2025 19:44
Washington: FBI mengungkap bahwa warga Afghanistan yang diduga menembak dua anggota National Guard (Garda Nasional) dekat Gedung Putih pada Rabu, 26 November 2025, memiliki hubungan dengan unit militer yang didukung Amerika Serikat di Afghanistan. Direktur FBI, Kash Patel, pada Kamis, 27 November 2025, mengatakan bahwa pihaknya telah mengonfirmasi latar belakang tersebut dan sedang menelusuri catatan kerja tersangka dengan berbagai mitra AS di masa lalu.
“Ada konfirmasi bahwa subjek memiliki hubungan di Afghanistan dengan pasukan mitra,” ujar Patel.
Patel menegaskan bahwa kasus ini sedang ditangani sebagai penyelidikan terorisme. FBI bersama sejumlah lembaga langsung mengamankan lokasi kejadian, menyita senjata yang digunakan, serta mengumpulkan barang bukti untuk dianalisis di laboratorium. Penyidik juga menelusuri jaringan tersangka, baik di dalam maupun luar negeri, guna memastikan apakah ada pihak lain yang terlibat.
Dilansir dari media Anadolu, Penyelidikan diperluas ke sejumlah negara bagian setelah pihak berwenang mengeluarkan beberapa surat penggeledahan, termasuk di tempat tinggal terakhir tersangka di Negara Bagian Washington. Petugas juga mewawancarai saksi dan orang-orang yang terhubung dengan tersangka untuk menelusuri siapa saja yang mungkin terkait dengan kasus ini.
Jaksa federal Washington, Jeanine Pirro, mengatakan bahwa tersangka kini menghadapi beberapa dakwaan kejahatan berat, mulai dari tiga tuduhan penyerangan dengan niat membunuh menggunakan senjata hingga kepemilikan senjata api saat melakukan tindak kekerasan.
Dua anggota National Guard asal West Virginia yang menjadi korban masih dalam kondisi kritis. Pirro menegaskan, apabila salah satu korban meninggal, dakwaan akan otomatis ditingkatkan menjadi pembunuhan.
Tersangka diidentifikasi sebagai Rahmanullah Lakanwal (29), warga negara Afghanistan yang ditangkap tidak lama setelah penembakan. Menurut pejabat intelijen yang dikutip Fox News, Lakanwal sebelumnya pernah bekerja dengan sejumlah lembaga pemerintah AS, termasuk badan intelijen Amerika Serikat (CIA), selama perang di Afghanistan.
Temuan tersebut kini menjadi bagian utama dalam penyelidikan motif dan jaringan yang mungkin terkait dengan aksi penembakan itu.
(Keysa Qanita)