Kapal induk Amerika Serikat, USS Gerald R Ford. (EPA-EFE)
Muhammad Reyhansyah • 2 December 2025 17:54
Washington: Gedung Putih mengonfirmasi bahwa seorang komandan tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) memerintahkan putaran kedua serangan terhadap kapal yang disebut sebagai kapal narkotika Venezuela.
“Laksamana (Frank) Bradley bekerja sepenuhnya dalam batas kewenangan dan hukum” ketika memerintahkan serangan tambahan tersebut, kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt seperti dikutip BBC, Selasa, 2 Desember 2025.
Leavitt menyebutkan bahwa Menteri Pertahanan Pete Hegseth menyetujui operasi itu, namun membantah laporan The Washington Post bahwa ia memberi perintah untuk “membunuh semua orang” di atas kapal. Serangan kedua dilaporkan dilakukan setelah dua orang selamat dari ledakan awal dan bergantung pada kapal yang terbakar.
Namun, Leavitt tidak mengonfirmasi apakah serangan pertama menyisakan korban selamat atau apakah serangan lanjutan dimaksudkan untuk menghabisi mereka. “Presiden (Donald) Trump dan Menteri Hegseth telah menegaskan bahwa kelompok narco-teroris yang ditetapkan presiden dapat menjadi target mematikan sesuai hukum perang,” ujarnya.
Serangan tersebut menuai kecaman dari anggota legislatif Partai Republik maupun Demokrat, yang berjanji melakukan peninjauan kongres.
Komite Angkatan Bersenjata Senat menyatakan akan melakukan pengawasan intensif untuk mengungkap fakta terkait operasi itu. Ketua komite, Senator Roger Wicker, mengatakan pihaknya berencana mewawancarai “laksamana yang memimpin operasi” dan meminta rekaman audio serta video untuk mengetahui isi perintah yang diberikan.
Komite Angkatan Bersenjata di DPR juga menyatakan akan memimpin tindakan bipartisan untuk memperoleh penjelasan penuh mengenai operasi tersebut.
Ketua Gabungan Kepala Staf telah bertemu kedua komite pada akhir pekan untuk membahas “tujuan dan legalitas misi mengganggu jaringan penyelundupan ilegal”.
Dalam beberapa pekan terakhir, AS meningkatkan kehadiran militernya di kawasan Karibia dan melancarkan serangkaian serangan mematikan terhadap kapal yang diduga menyelundupkan narkoba di perairan internasional dekat Venezuela dan Kolombia, sebagai bagian dari operasi anti-narkotika.
Lebih dari 80 orang tewas sejak awal September. Pemerintahan Trump menyatakan bahwa mereka bertindak dalam rangka pembelaan diri dengan menghancurkan kapal pengangkut narkoba menuju AS.
Namun, laporan mengenai perintah serangan kedua menimbulkan keraguan serius dari para ahli hukum internasional yang mengatakan bahwa korban yang selamat dapat dilindungi sebagai pelaut kapal karam atau kombatan yang tidak lagi mampu bertempur sesuai Konvensi Jenewa.
Majelis Nasional Venezuela pada Minggu mengecam serangan tersebut dan berjanji melakukan penyelidikan menyeluruh. Pemerintah Venezuela menuduh AS meningkatkan provokasi untuk menjatuhkan pemerintahan di Caracas.
Dalam wawancara dengan BBC Newsnight, Jaksa Agung Venezuela Tarek William Saab mengatakan tuduhan Trump didorong oleh “rasa iri besar terhadap sumber daya alam kami” dan menyerukan dialog langsung untuk meredakan ketegangan.
Trump pada Minggu mengonfirmasi bahwa ia melakukan pembicaraan telepon singkat dengan Presiden Venezuela Nicolás Maduro, menekannya untuk mengundurkan diri dan meninggalkan negara itu bersama keluarga. Menurut laporan media, Trump menawarkan kebebasan memilih tujuan pengasingan jika Maduro bersedia mundur segera. Maduro menolaknya.
AS menuduh Maduro sebagai bagian dari organisasi yang mereka sebut “Kartel Matahari”, yang diduga melibatkan pejabat militer tingkat tinggi dalam perdagangan narkoba. Maduro membantah tuduhan tersebut.
Baca juga: Ketegangan AS–Venezuela Meningkat, Trump Kumpulkan Tim Keamanan Nasional