Ilustrasi. Foto: Freepik.
Husen Miftahudin • 8 January 2025 11:02
Jakarta: Harga minyak mentah terus menunjukkan penguatan, dengan West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup di level USD74,25 per barel pada perdagangan Selasa (7/1), naik 69 sen atau 0,94 persen.
"Penguatan ini dipicu oleh kekhawatiran pasokan yang terbatas akibat sanksi Barat terhadap Rusia dan Iran, serta optimisme atas peningkatan permintaan dari Tiongkok," ungkap analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha dikutip dari analisis hariannya, Rabu, 8 Januari 2025.
Lebih lanjut Andy menjelaskan, tren bullish masih mendominasi pergerakan WTI berdasarkan analisis teknikal menggunakan kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average.
"Potensi kenaikan harga minyak hari ini dapat mencapai level USD75,8, selama momentum bullish tetap terjaga. Namun, jika harga berbalik arah (reversal), target koreksi terdekat berada di USD72,7," papar dia.
Kekhawatiran akan terbatasnya pasokan dari Iran semakin meningkat setelah Shandong Port Group di Tiongkok melarang kapal-kapal minyak yang dikenai sanksi AS untuk berlabuh di jaringan pelabuhannya. Kebijakan ini dapat membatasi impor minyak dari terminal-terminal utama seperti Qingdao, Rizhao, dan Yantai, yang merupakan pintu masuk utama minyak mentah ke Tiongkok.
(Ilustrasi harga minyak. Foto: Unsplash)
Arab Saudi jual minyak mentah lebih mahal ke Asia
Tidak hanya itu, langkah Arab Saudi yang menaikkan harga minyak mentah ke Asia untuk Februari, setelah tiga bulan berturut-turut menurunkan harga, menjadi indikator kuat pasar minyak Timur Tengah semakin ketat. Cuaca dingin yang melanda Amerika Serikat (AS) dan Eropa juga meningkatkan permintaan untuk minyak pemanas, memberikan dukungan tambahan terhadap harga minyak global.
Meskipun tren penguatan harga terlihat jelas, ada beberapa faktor yang menahan potensi kenaikan lebih lanjut. Data
inflasi zona euro yang lebih tinggi, terutama di Jerman, memunculkan kekhawatiran Bank Sentral Eropa (ECB) mungkin tidak dapat memangkas suku bunga secepat yang diharapkan. Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif pada sentimen pasar minyak.
Selain itu, indikator teknikal menunjukkan minyak berada di wilayah jenuh beli (overbought), yang dapat memicu aksi ambil untung oleh pelaku pasar. Menurut Harry Tchilinguirian, kepala penelitian di Onyx Capital Group, aksi jual ini berpotensi membatasi kenaikan harga minyak lebih jauh.
Dalam jangka pendek, menurut Andy, prospek harga minyak tetap positif dengan peluang kenaikan menuju USD75,8 jika momentum bullish terus berlanjut. Kedepan, data ekonomi seperti laporan penggajian nonpertanian (Non-Farm Payroll/NFP) AS pada Jumat mendatang menjadi fokus utama pasar. Data ini akan memberikan petunjuk lebih lanjut terkait prospek pertumbuhan ekonomi global dan permintaan minyak.
"Dengan fundamental pasar fisik yang ketat dan permintaan yang melampaui pasokan, harga minyak mentah WTI diperkirakan akan tetap berada dalam tren positif dalam beberapa waktu ke depan," ujar Andy.