Demonstrasi ilustrasi. Foto: MI/Susanto.
Media Indonesia • 18 February 2025 17:39
Yogyakarta: Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada menjadi elemen mahasiswa yang ikut serta dalam aksi protes terhadap pemerintah pada Senin, 17 Februaridi Jakarta kemarin. Aksi itu akan berlanjut apabila pemerintah tidak memenuhi tuntutan mahasiswa.
Aksi mahasiswa itu mengusung tema ‘Indonesia Gelap’. Mahasiswa memprotes kebijakan efisiensi anggaran yang dialihkan ke program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga pemberian izin kampus untuk kelola tambang, kelangkaan gas elpiji, hingga pemotongan anggaran pendidikan dan kesehatan.
"Presiden perlu meninjau ulang kebijakan efisiensi anggaran, terutama pemangkasan anggaran menyangkut pendidikan, kesehatan, fasilitas dan pelayanan publik perlu dikaji secara mendalam dengan menimbang kepentingan masyarakat," terang Ketua BEM-KM UGM, Tiyo Ardianto dalam siaran pers dari Humas UGM, Selasa, 18 Februari 2025.
Tiyo mencontohkan anggaran sektor pendidikan yang dialokasikan selama ini sebenarnya belum ideal untuk menopang pendidikan dasar, menengah hingga jenjang pendidikan tinggi. Bahkan, isu mengenai kelayakan sarana dan prasarana pendidikan, hingga gaji guru honorer masih belum diatasi oleh pemerintah.
Ia mencontohkan, anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang mulanya sejumlah Rp33,5 triliun dipangkas sebesar Rp8 triliun hingga menyisakan Rp25,5 triliun untuk dikelola sepanjang tahun. Keputusan ini tentunya menimbulkan pertanyaan besar terkait komitmen pemerintah untuk memprioritaskan sektor pendidikan.
“PTN (Perguruan Tinggi Negri) pastilah tambah pusing karena harus mencari tambahan dana. Jalan keluar paling gampang? Naikkan UKT. Siapa yang jadi korban? Mahasiswa, orang tua, dan masyarakat Indonesia yang harus menguburkan mimpinya untuk kuliah hanya karena tak ada biaya,” jelas Tiyo.
Ia sangat menyayangkan, sejak awal pemerintah mengorbankan anggaran pendidikan dalam kebijakan efisiensi anggaran. Tiyo pun mensinyalir, masih ada kemungkinan pemerintah kembali melakukan pemotongan anggaran.
Pasalnya, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 memuat arahan untuk menargetkan efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun. Tiyo menilai, tidak bijak jika efisiensi anggaran dijalankan sedemikian rupa untuk mendukung program yang sejak awal sulit untuk ditopang APBN, seperti program MBG.
“Presiden Prabowo mesti menyadari bahwa pemangkasan ugal-ugalan ini tidak boleh dilakukan sekadar untuk memenuhi janji politik sebuah program yang tidak melalui kajian akademik yang cukup,” terang dia.
BEM KM UGM, kata Tiyo, memberikan dua tuntutan utama bagi pemerintah. Pertama, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu dievaluasi total dengan menyesuaikan kapasitas APBN dan kemampuan ekonomi nasional saat ini. Selain itu, pemerintah tidak perlu malu untuk mempertimbangkan skema pembatalan dan mengembalikan fokus pada sektor fundamental seperti pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Kedua, penerapan Kebijakan Pajak Progresif diharapkan mampu menjadi sumber pendapatan negara yang baru. Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengatur kembali prioritas masyarakat sebelum kembali mengambil kebijakan. “Kembalikan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah dan masa depan dengan mewujudkan Pemerintahan yang bersih dari korupsi,” kata Tiyo.
Apabila pemerintah belum memenuhi tuntutan para mahasiswa ini, pihaknya bersama mahasiswa dari berbagai di Indonesia juga akan kembali menggelar aksi serupa yang akan menggandeng masyarakat dengan jumlah massa yang lebih besar.