Demonstran di Marseille, Prancis, bentrok dengan polisi dalam unjuk rasa menentang kematian remaja bernama Nahel M. (Sebastien Nogier/EPA-EFE)
Willy Haryono • 1 July 2023 18:57
Paris: Kerusuhan masih berkecamuk di kota-kota Prancis di malam keempat pada Sabtu, 1 Juli 2023, meski otoritas telah mengerahkan polisi dalam jumlah besar. Sebanyak 1.311 penangkapan telah dilakukan aparat sejauh ini, dalam aksi demonstrasi terkait kematian seorang remaja di tangan polisi Prancis beberapa hari lalu.
Demonstrasi massa yang disertai aksi kekerasan ini juga meliputi pembakaran gedung dan kendaraan serta penjarahan sejumlah toko. Situasi di sejumlah kota di Prancis masih ricuh di saat keluarga dan kerabat bersiap menguburkan remaja bernama Nahel M itu.
Dikutip dari laman nzherald.co.nz, Kementerian Dalam Negeri Prancis mengumumkan total penangkapan terbaru hari Sabtu ini, yang telah dikumpulkan dari seantero negeri. Sebanyak 45.000 polisi Prancis yang telah dikerahkan belum mampu meredam kemarahan warga atas kematian Nahel.
Baca juga: Makin Rusuh! Prancis Kerahkan 45.000 Polisi dan Kendaraan Lapis Baja
Meski Presiden Emmanuel Macron meminta para orang tua untuk menjaga anak-anak mereka tetap di rumah, bentrokan jalanan antara pengunjuk rasa berusia muda dan polisi terus berlanjut. Sekitar 2.500 titik api berkobar dalam kerusuhan, dan sejumlah toko telah dijarah, menurut keterangan pihak berwenang.
Upacara pemakaman Nahel, remaja yang dibunuh polisi di wilayah Nanterre di pinggiran Paris pada Selasa kemarin, dimulai pada Sabtu ini. Keluarga dan kerabat melihat peti mati terbuka, sebelum kemudian dibawa ke masjid dan kemudian dimakamkan di area pemakaman kota.
Karena jumlah penangkapan meningkat, pemerintah memperkirakan kekerasan akan mulai berkurang berkat langkah-langkah keamanan yang lebih ketat. Sejak kerusuhan dimulai pada Selasa malam, polisi telah menangkap total 2.400 orang - lebih dari setengahnya di malam keempat.
Namun, kerusakan meluas, mulai dari Paris hingga ke Marseille dan Lyon dan bahkan lebih jauh lagi ke wilayah Prancis di luar negeri, di mana seorang pria berusia 54 tahun meninggal setelah terkena peluru nyasar di Guyana Prancis.
Ratusan polisi dan petugas pemadam kebakaran terluka dalam meredah amarah demonstran, termasuk 79 orang dalam semalam. Tetapi pihak berwenang belum merilis angka total cedera untuk pengunjuk rasa.
Tim sepak bola nasional Prancis – termasuk bintang internasional Kylian Mbappe, idola bagi banyak anak muda di lingkungan yang kurang beruntung di mana kemarahan berakar – menyerukan diakhirinya kekerasan.
"Banyak dari kami berasal dari lingkungan kelas pekerja, kami juga berbagi rasa sakit dan sedih ini" atas pembunuhan Nahel yang berusia 17 tahun, kata para pemain nasional Prancis dalam sebuah pernyataan. "Kekerasan tidak menyelesaikan apa pun. … Ada cara lain yang damai dan konstruktif untuk mengekspresikan diri Anda."
Mereka mengatakan ini saatnya untuk "berkabung, berdialog, dan membangun kembali."
Ibu Nahel, yang diidentifikasi sebagai Mounia M., mengatakan kepada kantor televisi France 5 bahwa ia marah kepada polisi yang menembak anaknya, tetapi bukan kepada aparat kepolisian secara umum. "Mungkin ia melihat seorang anak kecil berwajah Arab, dan ia pun ingin mengambil nyawanya," sebut Mounia.
"Seorang polisi tidak dapat mengacungkan senjata dan menembaki anak-anak kami, mengambil nyawa anak-anak kami," sambungnya. Keluaga Nahel berasal dari Aljazair.
Pembunuhan Nahel memicu ketegangan yang sudah lama membara antara polisi dan pemuda di proyek perumahan yang berjuang melawan kemiskinan, pengangguran, dan diskriminasi rasial.
Kerusuhan kali ini adalah yang terburuk di Prancis sejak beberapa tahun terakhir, dan memberikan tekanan baru kepada Macron, yang menyalahkan media sosial sebagai pemicu meningkatnya kekerasan.