Kerusuhan terjadi di sejumlah kota di Prancis sejak kematian remaja Nahel M di tangan polisi. (EPA)
Fajar Nugraha • 5 July 2023 07:42
Marseille: Jaksa Prancis telah membuka penyelidikan atas kematian seorang pria berusia 27 tahun yang terkena proyektil saat kerusuhan pada Sabtu, 1 Juli 2023. Hal ini dipastikan kantor Kejaksaan Marseille.
Pria itu meninggal pada Sabtu malam saat kota Marseille dilanda kerusuhan dan penjarahan. Tetapi jaksa penuntut mengatakan tidak mungkin untuk menentukan di mana pria itu ditembak atau apakah korban ikut serta dalam kerusuhan.
Selasa kemarin, jaksa mengatakan kemungkinan penyebab kematian di Marseille adalah kejutan keras di dada dari proyektil "flash-ball" seperti yang digunakan polisi anti huru-hara. Tetapi mereka tidak menyebutkan siapa yang menembak atau memiliki senjata tersebut. Dampak dari kejutan seperti itu adalah serangan jantung dan kematian mendadak.
Hampir seminggu kerusuhan terjadi seantero Prancis, yang dipicu kematian seorang remaja keturunan Afrika Utara di tangan polisi. Korban ditembak karena menolak berhenti dalam pemeriksaan lalu lintas di Nanterre, pinggiran kota Paris.
Kerusuhan terbesar pada Sabtu lalu terjadi di Marseille, di mana polisi menembakkan gas air mata dan melakukan pertempuran jalanan dengan pemuda di sekitar pusat kota hingga larut malam.
Senjata flash-ball dirancang untuk menjadi senjata pengendali kerusuhan yang tidak mematikan dan tidak menembus kulit. Namun penggunaannya oleh polisi di Prancis diperdebatkan karena proyektil telah menyebabkan hilangnya mata, cedera kepala, dan trauma lainnya.
Ketika kerusuhan tampaknya mereda pada Selasa kemarin, Presiden Emmanuel Macron bertemu dengan lebih dari 300 wali kota yang kotanya terkena dampak kekerasan untuk mengeksplorasi "alasan yang lebih dalam" untuk itu.
"Apakah kondisi sudah kembali tenang secara permanen? Saya akan berhati-hati, tetapi puncak yang kita lihat pada hari-hari sebelumnya telah berlalu," kata Macron dalam pertemuan di istana Elysee di Paris, menurut seorang peserta pertemuan, seperti dikutip AFP.
Pemerintah Prancis telah memerangi kerusuhan dan penjarahan sejak seorang polisi membunuh remaja Nahel M yang berusia 17 tahun dalam pemberhentian lalu lintas pada 27 Juni. Kematian Nahel menyalakan kembali tuduhan lama tentang rasisme sistemik di antara pasukan keamanan Prancis terhadap kelompok minoritas.
Para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi antihuru-hara usai kematian Nahel, yang berlangsung setiap hari hingga saat ini.
"Tetapi pada Senin malam, kekerasan di kota-kota Prancis berkurang setengahnya dalam 24 jam, dengan 72 orang ditangkap di seluruh negeri," pernyataan Kementerian Dalam Negeri Prancis.