Ilustrasi. Foto: Kementerian Keuangan
Media Indonesia • 5 July 2023 12:00
Jakarta: Status Indonesia kembali naik menjadi negara berpendapatan menengah atas tak akan menjamin kinerja pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun berikutnya.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, perubahan status tersebut bersifat sementara lantaran banyak ditopang oleh pendapatan ekspor komoditas olahan primer dan setengah jadi.
"Begitu harga komoditas mulai melandai, tekanan ekspor dan pelemahan sektor turunan komoditas akan membuat ekonomi kembali melemah," tuturnya dilansir Media Indonesia, Rabu, 5 Juli 2023.
Dia menambahkan, inflasi dan suku bunga yang naik akan menjadi penghalang motor ekonomi domestik untuk tumbuh rata-rata di angka tujuh persen pascapandemi. Karenanya, Indonesia tidak boleh berpuas diri dengan status kelas menengah atas karena membutuhkan pertumbuhan tujuh persen untuk lompat ke status negara maju.
Lebih lanjut, Bhima mengatakan, perubahan status Indonesia memberikan manfaat dari sisi bunga pinjaman yang lebih rendah di pasar. Asal tau saja, negara yang memiliki status baik memiliki rating utang yang lebih baik. Hal Itu pada akhirnya mendorong peningkatan kepercayaan investor dan mitra dagang.
Namun di saat yang sama, naiknya status Indonesia juga dapat berimplikasi negatif. Sebab nantinya Indonesia akan banyak meminjam dengan skema pasar dan bukan hibah maupun pinjaman lunak.
"Kelemahan lainnya adalah fasilitas perdagangan sebagai contoh soal GSP (generalized system of preferences) untuk ekspor ke AS bagi di Indonesia bisa dievaluasi karena dianggap Indonesia sudah tidak layak mendapat fasilitas penurunan tarif dan bea masuk ke negara maju," tutur Bhima.
(M. Ilham Ramadhan Avisena)