Presiden Prabowo Subianto (kanan). Dok. YouTube Sekretariat Presiden
Jakarta: Langkah Presiden Prabowo Subianto menghapus kuota impor dan menyederhanakan perizinan teknis (pertek) memicu gelombang diskusi luas di kalangan pengusaha, birokrat, hingga ekonom. Kebijakan ini disebut-sebut sebagai salah satu keputusan paling drastis dalam membongkar sistem logistik dan perdagangan nasional sejak era reformasi.
Selama bertahun-tahun, sistem kuota impor dan pertek dianggap menimbulkan berbagai masalah: menyulitkan pelaku usaha, menciptakan ketidakpastian pasar, membuka peluang praktik monopoli, dan minim kontribusi terhadap penerimaan negara. Namun, di sisi lain, kebijakan ini kerap dijadikan instrumen proteksi bagi industri dalam negeri.
Kini, dengan pendekatan radikal yang digagas Prabowo, arah kebijakan perdagangan nasional mulai mengalami pergeseran besar ke arah keterbukaan dan efisiensi.
Berikut adalah rangkuman fakta penting dari manuver Presiden Prabowo membongkar sistem kuota impor dan menyederhanakan perizinan teknis:
1. Prabowo Ingin Kuota Impor untuk Barang Vital Dihapus Total
Presiden Prabowo secara terbuka memerintahkan penghapusan kuota impor, terutama untuk komoditas yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Langkah ini diambil untuk memastikan ketersediaan barang vital tanpa dibatasi oleh sistem yang rentan disalahgunakan.
“Tapi yang jelas, Menko kemarin, Menteri Keuangan, Gubernur BI ada, Ketua DEN ada. Saya sudah kasih perintah untuk hilangkan kuota-kuota impor, terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Prabowo.
Baca juga:
Prabowo Perintahkan Keran Impor Dibuka Seluas-Luasnya
2. Pemerintah Tidak Lagi Akan Menunjuk Importir Secara Tertutup
Prabowo mengecam praktik penunjukan eksklusif terhadap importir tertentu yang dinilai menciptakan ketimpangan dan monopoli. Ia menginginkan sistem terbuka yang memungkinkan siapa saja yang memenuhi syarat untuk bisa berpartisipasi.
“Siapa yang mampu, siapa yang mau impor, silakan, bebas. Tidak lagi kita tunjuk-tunjuk hanya ini yang boleh, itu tidak boleh,” ucap Prabowo.
3. Daging Jadi Komoditas Pertama yang Akan Dibuka Bebas untuk Impor
Prabowo menjadikan daging sebagai simbol deregulasi awal. Selama ini, daging merupakan komoditas yang sangat dikontrol kuotanya, memunculkan permainan harga dan akses terbatas.
“Siapa saja boleh impor. Mau impor apa, silakan buka saja. Rakyat kita juga pandai kok, iya kan. Bikin kuota-kuota, abis itu perusahaan A, B, C, D yang hanya ditunjuk. Hanya dia boleh impor, enak saja,” katanya.
4. Penyederhanaan Izin Teknis Dianggap Kunci Efisiensi
Tak hanya kuota, Prabowo juga menyoroti perizinan teknis yang kerap memperumit pelaku usaha. Ia menekankan pentingnya memberi kemudahan kepada para pengusaha sebagai pencipta lapangan kerja.
“Para pengusaha itu menciptakan lapangan kerja. Pengusaha itu adalah pelaku yang di depan. Oke, dia boleh cari untung, enggak ada masalah. Tapi kita juga minta para pengusaha bayar pajak yang benar,” ucap dia.
5. Sri Mulyani: Penghapusan Kuota Sangat Menguntungkan Negara
Menteri Keuangan Sri Mulyani mendukung penuh langkah Prabowo. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya menyederhanakan perdagangan, tapi juga meningkatkan transparansi dan efisiensi fiskal.
“Penghapusan kuota impor dan peraturan teknis ini disampaikan oleh Bapak Presiden ini akan sangat membantu karena kuota itu tidak memberikan penerimaan negara, menambah beban transaksi dan menimbulkan ketidaktransparanan,” ujar Sri Mulyani.
6. Semua Proses Impor Akan Dicatat Secara Digital
Sebagai bagian dari transformasi sistemik, pemerintah berencana mengintegrasikan seluruh proses impor ke dalam sistem digital berbasis data. Ini untuk memastikan transparansi, efisiensi, dan pengawasan yang lebih baik.
“Kalau ini dihapus akan sangat menentukan perbaikan dari sisi impor-ekspor Indonesia,” tegas Sri Mulyani.
7. Cita-cita Akhir Prabowo: Ekosistem Bisnis yang Terbuka dan Adil
Bagi Prabowo, semua kebijakan ini adalah bagian dari misi membangun ekosistem usaha yang sehat dan kompetitif. Ia menekankan pentingnya keadilan dan kontribusi pengusaha kepada negara.
“Oke, dia boleh cari untung, enggak ada masalah. Tapi kita juga minta para pengusaha bayar pajak yang benar,” kata Prabowo.
Kebijakan ini jelas membawa implikasi besar. Di satu sisi, pelaku usaha antusias menyambut keterbukaan dan penyederhanaan. Tapi di sisi lain, sebagian kalangan khawatir kebijakan ini bisa memukul industri lokal yang belum siap bersaing.
Apakah ini akan menjadi fondasi baru untuk ekonomi Indonesia yang lebih terbuka dan efisien? Atau justru menimbulkan efek domino bagi pelaku usaha kecil dalam negeri?