Pemerintahan Trump potong sebagian besar kontrak dan hibah bantuan luar negeri dari USAID. Foto: Anadolu
Washington: Pemerintahan Presiden Donald Trump mengonfirmasi telah membatalkan sebagian besar kontrak dan hibah bantuan luar negeri Amerika Serikat. Meskipun menghadapi perintah pengadilan yang mengharuskan pembayaran dana atas pekerjaan yang telah dilakukan.
Dalam dokumen pengadilan yang diajukan pada Rabu 26 Februari 2025, pemerintahan Trump menyatakan telah mengambil keputusan akhir untuk menghentikan lebih dari 90 persen kontrak bantuan luar negeri yang dikelola oleh Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) dan memangkas dana bantuan global AS hingga mencapai USD 60 miliar atau sekitar Rp 945 triliun.
Melansir dari Asia One, Kamis 27 Februari 2025, keputusan ini diambil di tengah gugatan hukum yang diajukan oleh berbagai organisasi yang bekerja sama dengan USAID dan Departemen Luar Negeri AS. Para penggugat menuduh bahwa pemerintahan Trump secara ilegal membekukan semua pembayaran bantuan luar negeri, meskipun terdapat perintah dari Hakim Distrik AS Amir Ali pada 13 Februari lalu yang menginstruksikan agar dana tersebut segera dicairkan.
Pemutusan ribuan kontrak dan hibah bantuan luar negeri
Dalam pengajuan dokumen ke pengadilan federal di Washington, DC, pemerintahan Trump menyatakan bahwa USAID telah mengambil keputusan akhir untuk membatalkan hampir 5.800 proyek bantuan, sementara sekitar 500 proyek tetap dipertahankan. Di sisi lain, Departemßen Luar Negeri AS juga membatalkan sekitar 4.100 kontrak, dengan 2.700 lainnya tetap berjalan.
Seorang pejabat pemerintah dalam pernyataan sebelumnya mengungkapkan bahwa alasan utama penghentian kontrak adalah karena beberapa program dinilai tidak sesuai dengan kebijakan administrasi Trump, khususnya yang berkaitan dengan keberagaman, kesetaraan, inklusi, dan aksesibilitas (DEIA). Beberapa kontrak juga dianggap tidak efisien dan berpotensi membuang anggaran negara.
Dampak global: Gangguan Pada Bantuan Kemanusiaan
Keputusan pemerintahan Trump untuk menghentikan bantuan luar negeri secara drastis telah memicu kekhawatiran luas di kalangan organisasi kemanusiaan. USAID sendiri mengelola sekitar 60?ri total bantuan luar negeri AS, dengan anggaran sebesar USD 43,79 miliar pada tahun fiskal 2023. Badan ini memiliki sekitar 10.000 staf, di mana dua pertiga di antaranya bertugas di luar negeri, memberikan bantuan di sekitar 130 negara.
Namun, penghentian ini mengancam kelangsungan berbagai program penyelamatan jiwa, termasuk distribusi pangan dan bantuan medis ke negara-negara yang membutuhkan. Pada Minggu lalu, pemerintahan Trump juga mengumumkan bahwa hampir semua staf USAID, kecuali pejabat tinggi dan personel kritis, akan diberikan cuti administratif berbayar, sekaligus menghapus 1.600 posisi kerja.
Keputusan tersebut telah menuai gugatan hukum dari serikat pekerja yang menolak pemangkasan tenaga kerja secara sepihak. Meski demikian, seorang hakim pekan lalu memutuskan bahwa pemerintahan Trump dapat melanjutkan kebijakan tersebut.
Konflik Hukum
Hakim Amir Ali, yang ditunjuk oleh Presiden Joe Biden, mengeluarkan perintah sementara untuk menghentikan dampak buruk dari kebijakan ini sementara pengadilan masih mempertimbangkan klaim hukum para penggugat. Para penggugat berpendapat bahwa Trump telah bertindak diluar kewenangannya dengan secara sepihak membekukan dana yang telah disetujui oleh Kongres.
Mereka juga menuduh bahwa pemerintah tidak melakukan upaya nyata untuk mematuhi perintah pengadilan, meskipun ada tenggat waktu hingga Rabu malam. Beberapa organisasi bahkan menyatakan bahwa mereka akan segera tutup jika dana yang dijanjikan tidak segera disalurkan.
Allison Zieve, pengacara yang mewakili dua penggugat AIDS Vaccine Advocacy Coalition dan Journalism Development Network mengatakan, upaya pemerintah dalam mengabaikan perintah pengadilan, hanya demi menghentikan bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa, sungguh mencengangkan.
Sementara itu, administrasi Trump mengklaim bahwa mereka berusaha bertindak sesuai dengan hukum. Dalam dokumen pengadilan terbaru, mereka menyatakan bahwa Menteri Luar Negeri Marco Rubio telah memerintahkan percepatan pembayaran untuk tagihan yang tertunggak sebelum 24 Januari yang merupakan tanggal dimulainya pembekuan dana tanpa melalui prosedur verifikasi biasa. Namun, pemerintah juga menegaskan bahwa proses pencairan penuh bisa memakan waktu beberapa minggu.
Pada saat yang sama, pemerintahan Trump mengajukan permohonan ke Pengadilan Banding Sirkuit DC untuk menunda pelaksanaan perintah Hakim Ali, sambil menunggu hasil banding mereka.
(Muhammad Reyhansyah)