Ilustrasi. Foto: Medcom.
Ade Hapsari Lestarini • 24 September 2025 15:52
Jakarta: Indonesia masuk dalam daftar enam besar negara yang dinilai paling menarik bagi perusahaan-perusahaan global. Mereka berupaya menata ulang rantai pasok mereka secara geografis dalam tiga hingga lima tahun ke depan. Temuan ini berasal dari laporan Future of Trade: Resilience yang dirilis Standard Chartered, berdasarkan survei terhadap 1.200 pimpinan C-suite dan eksekutif senior dari 17 negara di seluruh dunia.
Menurut laporan ini, lebih dari satu dari lima perusahaan tingkat global berencana untuk meningkatkan atau mempertahankan aktivitas perdagangan dan manufaktur dengan Indonesia. Hal ini menegaskan posisi Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, yang didukung populasi berusia muda yang besar, kelas menengah yang terus tumbuh, serta keterhubungan perdagangan yang kuat dengan kawasan ASEAN dan negara mitra utama lainnya. Koridor perdagangan dengan Malaysia, Mainland Tiongkok, Vietnam, dan Thailand diperkirakan akan semakin memperkuat peran Indonesia dalam rantai pasok di tingkat regional.
Survei juga menemukan, perusahaan-perusahaan di Indonesia tetap optimistis, meski mengakui adanya sejumlah tantangan. Sebanyak 76 persen responden menilai konflik geopolitik sebagai faktor utama yang akan memengaruhi masa depan perdagangan.
Sementara itu, sebanyak 54 persen responden juga melihat perubahan iklim dan tarif perdagangan sebagai faktor yang penting. Lebih lanjut, 84 persen perusahaan-perusahaan Indonesia memperkirakan biaya barang akan meningkat antara 10 persen hingga 19 persen dalam jangka menengah.
Cara perusahaan mengatasi tekanan
Untuk mengatasi tekanan tersebut, banyak perusahaan telah menyiapkan langkah dengan menata ulang rantai pasok, memperkuat strategi manajemen kas, serta mempercepat digitalisasi. Sedangkan di tingkat global, survei menunjukkan selain tarif
perdagangan, teknologi baru seperti
artificial intelligence (AI) dan prospek pertumbuhan ekonomi juga dianggap sama pentingnya.
Lebih dari separuh responden menempatkan ketiga faktor tersebut sebagai pendorong utama masa depan perdagangan dunia. Kenaikan biaya juga menjadi isu besar, dimana enam dari sepuluh perusahaan-perusahaan global memperkirakan akan terjadi kenaikan harga barang dari 5-14 persen dalam beberapa tahun mendatang.
Hasil ini menunjukkan, meskipun perdagangan global semakin kompleks, perusahaan yang cepat beradaptasi dan membangun ketahanan rantai pasok akan tetap menemukan peluang besar.
"Kami melihat tingginya permintaan dari para klien kami untuk mengembangkan ekosistem perdagangan dan rantai pasok mereka, serta mempercepat adopsi manufaktur pintar dan AI guna meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya," ujar Global Co-head, Corporate & Investment Banking and CEO, ASEAN and South Asia, Standard Chartered, Sunil Kaushal, dalam keterangan tertulis, Rabu, 24 September 2025.
Dia mengatakan, meski fragmentasi perdagangan dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan global dalam jangka pendek, meningkatnya kemakmuran di negara-negara berkembang dan pemanfaatan teknologi baru menjadikan prospek perdagangan global tetap menjanjikan.
Peran Indonesia penting dalam lanskap perdagangan internasional
CEO, Standard Chartered Indonesia, Donny Donosepoetro OBE menambahkan, masuknya Indonesia dalam enam besar negara pilihan perusahaan global menegaskan pentingnya peran Indonesia dalam lanskap perdagangan internasional. Dunia usaha semakin melihat Indonesia sebagai mitra strategis dalam membangun rantai pasok yang tangguh dan berorientasi masa depan.
"Dengan jaringan global serta pemahaman lokal yang dimiliki, Standard Chartered siap mendampingi para klien kami untuk menghadapi tantangan, menangkap peluang, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia," tambah Donny.
Laporan Future of Trade memberikan gambaran ke depan tentang prioritas korporasi global dalam memperkuat ketahanan bisnis. Laporan ini juga menjadi panduan strategis bagi perusahaan multinasional dalam menentukan tujuan relokasi sourcing, manufaktur, dan ekspor.
Selain itu, laporan ini menyajikan wawasan praktis untuk pengambilan keputusan, termasuk pemanfaatan platform pembiayaan rantai pasok, digitalisasi untuk meningkatkan manajemen kas, serta diversifikasi rantai pasok. Keenam negara yang menjadi fokus dalam laporan Future of Trade: Resilience adalah India, Malaysia, Tiongkok, Indonesia, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Negara-negara ini diproyeksikan akan memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan perdagangan dalam tiga hingga lima tahun ke depan. Selain itu, kawasan ASEAN dan Timur Tengah juga dinilai memiliki peranan penting dalam jaringan rantai pasok global.