Trump Sebut Pejabat AS Sudah Belajar dari Skandal Kebocoran Rencana Serangan Houthi

Pete Hegseth, JD Vance, Donald Trump. (Occupy Democrats)

Trump Sebut Pejabat AS Sudah Belajar dari Skandal Kebocoran Rencana Serangan Houthi

Riza Aslam Khaeron • 26 March 2025 12:39

Washington DC: Presiden Amerika Serikat Donald Trump menanggapi skandal kebocoran rencana serangan terhadap kelompok Houthi dengan menyebutnya sebagai "glitch" atau gangguan teknis.

Dalam wawancara via telepon dengan NBC pada Selasa, 25 Maret 2025, Trump menyatakan bahwa insiden tersebut bukan pelanggaran serius dan bahwa pejabat yang bertanggung jawab telah "belajar dari kesalahan."

Melansir Times of Israel (ToI) pada Rabu, 26 Maret 2025, Trump menjelaskan bahwa insiden tersebut bermula dari penambahan seorang jurnalis secara tidak sengaja ke dalam grup percakapan Signal yang membahas serangan udara terhadap Houthi.

Grup tersebut diisi oleh para pejabat tinggi pemerintahan, termasuk Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz, Menteri Pertahanan Pete Hegseth, dan Wakil Presiden JD Vance.

Trump membela Waltz dan mengatakan bahwa bukan Waltz sendiri yang menambahkan jurnalis tersebut, melainkan stafnya.

"Salah satu staf Michael yang menambah nomornya di sana," kata Trump. Ia juga menekankan bahwa kebocoran ini tidak mempengaruhi operasi militer terhadap Houthi.

"Ini satu-satunya gangguan teknis dalam dua bulan, dan ternyata bukan masalah besar," ucap Trump kepada NBC. "Dia sudah belajar dari kejadian ini, dan dia orang yang kompeten."

Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt juga menegaskan bahwa tidak ada rencana perang atau materi rahasia yang dibagikan dalam percakapan tersebut. Dalam pernyataannya di platform X, Leavitt menyatakan, "tidak ada 'rencana perang' yang dibahas" dan "tidak ada materi rahasia yang dikirim ke thread."

Namun, para anggota Partai Demokrat mengecam keras insiden ini dan menuntut investigasi menyeluruh, mempertanyakan mengapa para pejabat tinggi menggunakan aplikasi komersial untuk diskusi yang bersifat sensitif.
 

Baca Juga:
Gedung Putih Tak Sengaja Bocorkan Rencana Serangan Yaman ke Jurnalis

Panel Komite Intelijen Senat yang dipimpin oleh Senator Tom Cotton juga dijadwalkan mengangkat isu ini dalam sidang pada Selasa, 25 Maret 2025, yang menghadirkan Kepala CIA John Ratcliffe dan Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard.

Dalam laporan yang sama, disebutkan bahwa editor The Atlantic Jeffrey Goldberg adalah jurnalis yang secara tidak sengaja ditambahkan ke grup percakapan tersebut dua hari sebelum serangan ke Houthi diumumkan Trump pada 15 Maret 2025. Goldberg sendiri mengaku menerima pesan dari pejabat tinggi AS tentang rencana penyerangan, namun tidak mempublikasikannya.

Selain soal kebocoran, isi grup percakapan tersebut juga mengungkap pandangan sejumlah pejabat AS terhadap sekutu Eropa. Wakil Presiden JD Vance disebut menyatakan bahwa ia muak "menyelamatkan Eropa lagi" dari dampak serangan Houthi.

Menteri Pertahanan Pete Hegseth juga menyatakan "keengganan terhadap ketergantungan Eropa" dan menyebut negara-negara sekutu sebagai "menyedihkan."

Serangan terhadap kelompok Houthi dilancarkan sebagai respons terhadap puluhan serangan mereka terhadap kapal dagang di Laut Merah sejak November 2023. Houthi, yang didukung Iran dan merupakan bagian dari poros perlawanan terhadap AS dan Israel, kembali melancarkan serangan setelah gencatan senjata Hamas-Israel berakhir pada pertengahan Maret 2025.

Mereka telah menarget lebih dari 100 kapal dagang dan juga menyerang kapal perang AS, meskipun hingga kini belum ada yang terkena langsung.

Trump menutup komentarnya dengan menyatakan keyakinannya terhadap tim keamanannya dan menegaskan bahwa tindakan yang diambil terhadap Houthi telah berhasil. Ia juga menyebut bahwa Gedung Putih kini sedang menyelidiki bagaimana nomor Goldberg bisa ditambahkan ke percakapan dan telah memberi panduan baru untuk komunikasi yang lebih aman di masa depan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)