Tarif AS dan Konflik Regional Dominasi Agenda Pertemuan Menlu ASEAN Hari Ini

Malaysia memegang keketuaan ASEAN di tahun 2025. (myasean2025.my)

Tarif AS dan Konflik Regional Dominasi Agenda Pertemuan Menlu ASEAN Hari Ini

Willy Haryono • 9 July 2025 14:12

Kuala Lumpur: Para menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara akan bertemu pada Rabu, 9 Juli 2025 dalam rangkaian pertemuan tahunan ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan berlangsung di tengah meningkatnya ketidakpastian akibat kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) dan ketegangan bilateral antara Thailand dan Kamboja yang mengancam kohesi blok regional tersebut.

Pertemuan tingkat menteri ini akan diikuti dengan forum lanjutan pada Kamis dan Jumat bersama sejumlah mitra dagang utama ASEAN, termasuk AS, Tiongkok, Jepang, Rusia, India, dan Uni Eropa.

Dikutip dari Asia One, Rabu, 9 Juli 2025, Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi dan Menlu Rusia Sergey Lavrov dijadwalkan hadir di Kuala Lumpur, bersama dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, yang melakukan kunjungan pertamanya ke Asia sejak menjabat. Rubio akan berusaha meredakan kekhawatiran negara-negara mitra terkait strategi tarif Presiden Donald Trump.

Senin lalu, Trump mengumumkan pemberlakuan tarif impor antara 25% hingga 40 persen terhadap enam negara Asia Tenggara, termasuk Malaysia, Indonesia, dan Thailand, meski beberapa dari mereka telah menawarkan konsesi dagang yang luas. Vietnam menjadi satu-satunya negara ASEAN yang telah mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif menjadi 20 persen, dari sebelumnya 46 persen.

Blok Ekspor Hadapi Ketidakpastian

Sebagai kelompok ekonomi kelima terbesar dunia yang sangat bergantung pada ekspor, ASEAN menghadapi tekanan baru. Negara-negara anggota seperti Indonesia, Thailand, dan Malaysia menyatakan akan melanjutkan negosiasi sebelum tarif resmi berlaku pada 1 Agustus.

Dalam draf komunike bersama yang diperoleh Reuters dan bertanggal 7 Juli, para menteri ASEAN menyatakan "keprihatinan terhadap meningkatnya ketegangan perdagangan global dan ketidakpastian dalam lanskap ekonomi internasional, terutama tindakan sepihak terkait tarif."

Meskipun tidak menyebut langsung Amerika Serikat, bahasa yang digunakan dalam draf itu serupa dengan pernyataan para pemimpin ASEAN pada Mei lalu, yang menyebut tarif sebagai tindakan "kontraproduktif dan berisiko memperparah fragmentasi ekonomi global."

Blok ASEAN sebelumnya menyatakan tidak akan mengambil langkah balasan dan menegaskan bahwa setiap kesepakatan bilateral dengan AS tidak akan merugikan sesama anggota.

Menurut ekonom senior ASEAN dari OCBC, Lavanya Venkateswaran, ketidakpastian tambahan muncul terkait kemungkinan tarif baru yang menargetkan pengalihan ekspor dari Tiongkok, khususnya yang melewati negara-negara seperti Vietnam.

“Intinya adalah bahwa situasinya akan menjadi semakin kompleks ke depan,” ujarnya.

Di luar isu ekonomi, kekompakan ASEAN juga terancam oleh ketegangan politik antara Thailand dan Kamboja, yang dipicu oleh kebocoran percakapan telepon antara Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra dan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen.

Kontroversi itu membuat Paetongtarn untuk sementara diskors dari jabatannya oleh pengadilan konstitusi Thailand, setelah lawan politiknya menudingnya melemahkan kedaulatan nasional.

Situasi ini memicu pengerahan militer di sepanjang perbatasan kedua negara dan menjadi ujian berat bagi solidaritas ASEAN.

Dalam forum ini, ASEAN juga diharapkan mendorong kesepakatan zona bebas senjata nuklir di Asia Tenggara serta membahas kelanjutan penyusunan kode etik Laut Cina Selatan yang telah lama tertunda. Konflik sipil yang terus memburuk di Myanmar juga akan kembali menjadi pembahasan utama. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Menlu Sugiono: Visi ASEAN 2045 Harus Jadi Panduan Utama

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)