Fachri Audhia Hafiez • 20 May 2025 14:59
Jakarta: Ketua MPR Ahmad Muzani mengatakan Pancasila terus berdiri kokoh. Meskipun, ada ancaman polarisasi hingga ideologi lain yang ikut menyusup.
"Di tengah gelombang globalisasi, derasnya polarisasi, dan ancaman ideologi-ideologi lain yang terus menyusup dalam rupa yang manis walaupun kasar, Pancasila tetap berdiri kokoh," kata Muzani di Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025.
Hal itu disampaikan Muzani dalam Sarahsehan Kebangsaan: Perubahan Geopolitik Dunia dalam Peluang Menuju Indonesia Raya. Kegiatan itu digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Muzani mendorong generasi muda untuk terus membawa api Pancasila. Dia menganalogikan, bahwa generasi muda tidak mewariskan sebuah bongkah batu, melainkan api Pancasila yang harus terus dijaga.
"Karena itu kita tahu tanpa Pancasila, Indonesia bukan hanya akan kehilangan masa lalu, tapi juga akan kehilangan masa depan," ujar Muzani
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra itu mengatakan Indonesia tanpa Pancasila akan kehilangan jangkar dan terombang-ambing. Terombang-ambing, bukan hanya dalam politik, tetapi juga dalam kehidupan keseharian.
"Kita tidak lagi punya dasar untuk menyelesaikan konflik, karena tidak ada titik temuh yang sama, yang akan muncul adalah pertarungan tanpa batas antara ideologi dan identitas," ujar dia.
Muzani menuturkan jika Pancasila digantikan oleh ideologi agama tunggal, maka jutaan warga negara non-pemeluk agama merasa terasing di negerinya. Mereka kehilangan tempat, kehilangan hak, dan kehilangan rasa memiliki terhadap republik ini.
"Situasi akan berujung pada diskriminasi, polarisasi, dan ujungnya adalah disintegrasi," ucap dia.
Kemudian, lanjut dia, jika Pancasila digantikan oleh kapitalisme ekstrem, maka tidak ada lagi keadilan sosial. Maka pemenang hanyalah mereka yang punya modal.
"Semakin besar modal seseorang atau kelompok, semakin besar pula kemenangan itu mereka dapatkan, yang miskin akan tertinggal, yang kaya akan berkuasa," kata Muzani.
Sementara, jika negara dikuasai oleh ideologi otoriter, maka penghormatan pada permusyawaratan dan kemanusiaan akan berakhir. "Yang memerintah bukan lagi kebijakan dan kebijaksanaan, melainkan mayoritas yang gampang berubah menjadi tirani," ucap Muzani.