Ilustrasi, bendera Thailand. Foto: Unsplash.
Husen Miftahudin • 19 May 2025 16:53
Jakarta: Pertumbuhan ekonomi Thailand mengalami kenaikan 0,7 persen secara kuartalan (qoq) pada kuartal pertama tahun ini. Kondisi ini menjadi berkah bagi Thailand sebelum Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberlakukan tarif resiprokal kepada hampir semua negara dunia.
Mengutip Investing.com, Senin, 19 Mei 2025, realisasi produk domestik bruto (PDB) Thailand di kuartal I-2025 itu naik ketimbang realisasi ekonomi Negeri Gajah Putih di kuartal sebelumnya yang hanya tumbuh 0,4 persen (qoq). Pertumbuhan ini juga sedikit lebih tinggi dari perkiraan konsensus sebesar 0,5 persen (qoq).
Pertumbuhan ekspor sebesar 2,0 persen (qoq) menjadi penyumbang utama kenaikan ini. Dalam jangka pendek, diperkirakan pertumbuhan ekspor akan terus solid, karena perusahaan bergegas mengirimkan produk ke AS sebelum kemungkinan pengenalan tarif khusus pada produk-produk elektronik.
Diketahui, ekspor barang-barang dari Thailand ke AS terkena tarif resiprokal sebesar 35 persen, menjadikannya sebagai salah satu tarif resiprokal terbesar yang diterima oleh negara-negara di Asia Tenggara. Meskipun, Trump menunda pemberlakuan sebagian tarif selama 90 hari dari rencana implementasi pada 9 April 2025.
Namun demikian, dengan perlambatan pertumbuhan yang diantisipasi baik di Tiongkok maupun AS, ekspor dari Thailand diperkirakan akan melemah pada akhir tahun.
"Kami menduga kebijakan fiskal yang lebih longgar akan sebagian mengimbangi kelemahan yang kami antisipasi dalam komponen PDB lainnya. Berbeda dengan ekonomi Asia lainnya, defisit anggaran untuk tahun fiskal saat ini di Thailand diperkirakan akan melebar, menjadi 4,4 persen PDB dari 3,6 persen PDB sebelumnya," terang Capital Economics.
Baca juga: Vietnam Teruskan Perundingan Dagang untuk Atasi Tekanan Tarif AS |