Penetapan Tarif AS Bikin Harga Minyak Mentah RI Anjlok

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Penetapan Tarif AS Bikin Harga Minyak Mentah RI Anjlok

Insi Nantika Jelita • 13 March 2025 14:20

Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP) Februari 2025 sebesar USD74,29 per barel. Angka ini anjlok USD2,52 per barel dari ketetapan ICP Januari 2025 sebesar USD76,81 per barel.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) ESDM Chrisnawan Anditya menjelaskan, penyebab utama penurunan harga ICP dipengaruhi harga minyak mentah di pasar internasional. Ini didorong kekhawatiran pasar atas potensi penurunan permintaan minyak dunia akibat penetapan tarif Amerika Serikat (AS) untuk Kanada dan Meksiko.

"Penetapan tarif AS untuk Kanada dan Meksiko direncanakan akan segera diberlakukan. Ini yang membuat kekhawatiran pasar," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis, 13 Maret 2025.
 

Baca juga: 

Harga Minyak Dunia Lanjutkan Tren Meningkat



(Ilustrasi harga minyak. Foto: ICDX)

Chrisnawan juga menyampaikan, pasca penetapan tarif oleh AS, Tiongkok menetapkan kebijakan tarif balasan untuk AS yang berlaku pada 10 Februari 2025 atas minyak mentah, kendaraan, dan mesin pertanian sebesar 10 persen, serta batu bara dan gas alam cair atau LNG sebesar 15 persen.

Faktor lainnya, International Energy Agency (IEA) dalam publikasi Februari menyampaikan suplai negara non Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) mengalami peningkatan produksi hingga 200 ribu barel per hari, menjadi 14,31 juta barel.

Kekhawatiran pasar soal ekonomi Tiongkok

Sementara, untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah, selain disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, juga dipengaruhi kekhawatiran pasar atas kondisi perekonomian Tiongkok pascapublikasi Caixin Purchasing Manager Index Tiongkok sebesar 51 yang lebih rendah dari ekspektasi pasar.

Selain itu, Chrisnawan menerangkan penurunan harga minyak mentah global juga didorong oleh meredanya risiko geopolitik akan adanya potensi berakhirnya perang antara Rusia dan Ukraina. Serta, adanya indikasi potensi pengurangan sanksi terhadap Rusia, memicu kekhawatiran terjadinya oversupply atau kelebihan pasokan. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)