Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo) Didin Damanhuri. Foto: Dok istimewa
Eko Nordiansyah • 15 November 2025 12:30
Jakarta: Ketua Dewan Pakar Assosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo) Prof Didin S Damanhuri mengingatkan pemerintah untuk lebih memperhatikan angka pengangguran. Pasalnya angka pengangguran memiliki relasi kuat dengan pertumbuhan ekonomi.
"Angka pengangguran yang tinggi, akan memberikan dampak negatif pada upaya pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi," kata Didin dikutip Sabtu, 15 November 2025.
Ia memaparkan, ada beberapa dampak pengangguran terhadap perekonomian nasional. Pertama, penurunan produksi nasional, dimana dengan banyaknya yang menganggur maka akan menyebabkan output nasional.
"Dengan tidak bekerja, maka daya belinya pun menurun. Yang ujungnya akan menyebabkan penurunan permintaan barang dan jasa. Selain itu, penerimaan pemerintah dari sektor pajak pun akan berkurang dan beban sosial yang harus ditanggung pemerintah menjadi lebih besar," ujarnya.
Angka pengangguran yang tinggi pun menciptakan ketidakpastian ekonomi, sehingga investor cenderung menunda ekspansi atau bahkan menarik modal. Sebab investor melihat risiko yang lebih tinggi dan permintaan pasar yang rendah.

(Ilustrasi. Foto: Dok MI)
Didin menyebut, pertumbuhan ekonomi sekitar lima persen pada tahun lalu hanya menyerap 2,45 juta tenaga kerja baru. Sementara, setiap tahun ada sekitar 3,5 juta tenaga kerja baru yang masuk ke pasar kerja.
"Kalau kita tambah dengan pekerja yang terkena PHK atau mengundurkan diri dan lain-lain, kebutuhan lapangan kerja bisa menyentuk angka 10 juta per tahun. Sehingga, terjadi peningkatan pengangguran terbuka dan penggelembungan pekerja sektor informal pun meningkat, yang pada tahun 2025 berjumlah 87 juta orang atau 60 persen dari 152,11 juta angkatan kerja," ujarnya lagi.
Data BPS pada Agustus 2025 mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) adalah 4,85 persen, turun dari 4,91 persen pada tahun lalu. Angka pengangguran tercatat sebanyak 7,46 juta orang, juga turun tipis jika dibandingkan Agustus 2024 adalah 7,47 juta orang.
"Salah satu yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan membuat kebijakan yang berpihak pada kelompok usaha UMKM atau mikro. Karena UMKM ini adalah sektor potensial yang mampu menyedot tenaga kerja. Data Kementerian UMKM menyatakan keberadaan UMKM menyumbang sekitar 60 persen dari total lapangan kerja di Indonesia," kata Didin.
"Dengan meningkatkan aktivitas ekonomi di daerah, selain pelaku usaha daerah bisa naik kelas, para tenaga kerja daerah tak perlu jauh mencari pendapatan. Mereka akan menciptakan aktivitas ekonomi di daerahnya dan akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerahnya," lanjut dia.