Ilustrasi. Foto: Dok MI
Eko Nordiansyah • 13 November 2025 16:35
Jakarta: Pembahasan mengenai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 mulai menghangat menjelang akhir 2025. Serikat buruh telah menyuarakan tuntutan kenaikan signifikan untuk menyesuaikan biaya hidup. Di sisi lain, pemerintah pusat masih mengkaji formula pengupahan baru pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Cipta Kerja.
Istilah Upah Minimum Regional (UMR) sebenarnya tidak lagi digunakan secara resmi oleh pemerintah. Regulasi saat ini memakai dua istilah berbeda, yaitu UMP untuk tingkat provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) untuk tingkat kabupaten atau kota. Namun, istilah UMR masih sangat populer di kalangan masyarakat sehingga pembahasan UMR 2026 tetap relevan untuk menggambarkan proyeksi upah minimum tahun depan.
Sejumlah serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh mendorong kenaikan upah minimum 2026 di kisaran 8,5 hingga 10,5 persen. KSPI menilai kenaikan tersebut penting untuk menyesuaikan tingkat inflasi dan peningkatan biaya hidup pekerja yang semakin tinggi.
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan masih melakukan kajian mendalam atas tuntutan tersebut. Pemerintah menegaskan harus mempertimbangkan beberapa variabel kunci seperti inflasi nasional, pertumbuhan ekonomi, dan produktivitas tenaga kerja. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa keputusan final baru akan ditetapkan pada November 2025 setelah formula penyesuaian upah diselesaikan.
Penetapan UMP 2026 dipastikan akan memiliki landasan hukum yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah wajib mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut diketahui mencabut dan merevisi sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja yang dianggap tidak sejalan dengan UUD 1945, khususnya aturan tentang cara penghitungan upah minimum.
Dengan adanya penyesuaian regulasi tersebut, formula baru untuk menetapkan UMP dan UMK diharapkan lebih adil. Formula ini dirancang agar lebih transparan, realistis, serta berpihak pada perlindungan pekerja tanpa mengabaikan stabilitas dan kelangsungan dunia usaha.

(Ilustrasi. Foto: Dok MI)
Penentuan upah minimum tidak dilakukan secara sembarangan karena pemerintah harus menyeimbangkan kepentingan antara buruh dan pengusaha. Kenaikan yang terlalu tinggi dikhawatirkan dapat menekan biaya produksi dan menurunkan daya saing industri nasional.
Selain inflasi dan pertumbuhan ekonomi, Kebutuhan Hidup Layak (KHL) juga menjadi dasar penting dalam perhitungan. KHL mencerminkan kemampuan pekerja dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Sebagai gambaran, di Sulawesi Selatan, serikat buruh mengusulkan kenaikan 10 persen dari UMP 2025 yang sebesar Rp3.657.527.
Kenaikan UMP 2026 nantinya akan didasarkan pada besaran UMP tahun 2025. Berikut adalah daftar UMP 2025 di 38 provinsi Indonesia yang menjadi acuan perhitungan:
Daftar UMP 2025 tersebut akan menjadi patokan dasar sebelum formula kenaikan baru diterapkan oleh masing-masing gubernur. Dengan melihat tren tuntutan dan kondisi ekonomi, estimasi kenaikan UMK 2026 diperkirakan berada pada rentang 8,5 hingga 10 persen, tergantung kondisi ekonomi aktual di tiap daerah.
Pemerintah dan dewan pengupahan akan terus melakukan dialog tripartit yang melibatkan perwakilan pengusaha dan serikat pekerja. Keputusan akhir UMP 2026 diharapkan dapat menjaga daya beli pekerja sekaligus memastikan kelangsungan iklim usaha nasional di tengah tantangan ekonomi global. (Daffa Yazid Fadhlan)