Somaliland telah berfungsi sebagai entitas politik mandiri sejak 1991, namun belum diakui dunia internasional. (BBC)
Mengenal Somaliland: Wilayah Stabil di Afrika Timur yang Tak Diakui Dunia
Willy Haryono • 29 December 2025 21:04
Jakarta: Somaliland merupakan wilayah semi-gurun yang terletak di pesisir Teluk Aden, Afrika Timur. Kawasan ini memproklamasikan kemerdekaan pada 1991, menyusul runtuhnya rezim diktator militer Somalia di bawah Mohamed Siad Barre. Meski telah beroperasi sebagai entitas politik tersendiri selama lebih dari tiga dekade, Somaliland hingga kini belum memperoleh pengakuan resmi dari komunitas internasional.
Mengutip dari BBC, deklarasi kemerdekaan Somaliland lahir dari konflik bersenjata berkepanjangan antara pasukan pemerintah Somalia dan kelompok pemberontak di wilayah utara pada akhir 1980-an. Operasi militer yang dijalankan rezim Siad Barre kala itu menewaskan puluhan ribu warga sipil dan menghancurkan kota-kota utama seperti Hargeisa.
Kekerasan tersebut mendorong elite lokal dan masyarakat Somaliland memisahkan diri dari Somalia, yang kemudian terjerumus ke dalam anarki dan perang saudara berkepanjangan.
Dalam praktiknya, Somaliland telah membangun sistem pemerintahan yang relatif berfungsi. Wilayah ini memiliki pemerintahan sendiri, parlemen, lembaga peradilan, kepolisian, serta mata uang lokal. Ibu kotanya berada di Hargeisa, dengan luas wilayah sekitar 177 ribu kilometer persegi dan populasi diperkirakan mencapai 5,7 juta jiwa.
Bahasa Somali menjadi bahasa utama, disertai penggunaan bahasa Arab dan Inggris. Harapan hidup penduduk relatif rendah, sekitar 50 tahun, mencerminkan keterbatasan layanan kesehatan dan pembangunan sosial.
Sebagai bekas protektorat Inggris, Somaliland memiliki pengalaman administratif yang berbeda dibanding wilayah Somalia lainnya. Faktor ini kerap disebut sebagai salah satu penopang stabilitas relatif yang berhasil dijaga selama lebih dari 30 tahun. Ketika sebagian besar wilayah Somalia dilanda konflik bersenjata, Somaliland relatif aman dan terhindar dari perang berskala besar.
Paradoks Politik Global
Secara politik, Somaliland dipimpin oleh Presiden Muse Bihi Abdi, yang terpilih pada 2017. Ia merupakan mantan pilot angkatan udara dan pernah menjabat menteri dalam negeri pada 1990-an. Masa jabatan presiden yang seharusnya berakhir pada 2022 diperpanjang dua tahun oleh parlemen dengan alasan kendala teknis dan pendanaan pemilu. Keputusan ini menuai penolakan dari partai oposisi dan memicu ketegangan politik internal.Di sektor media, kebebasan pers di Somaliland tergolong terbatas. Radio Hargeisa menjadi satu-satunya stasiun radio domestik yang diizinkan beroperasi. Televisi swasta memang ada, namun jurnalis kerap menghadapi tekanan, terutama saat meliput isu sensitif seperti sengketa wilayah dengan Puntland.
Secara historis, wilayah ini memiliki perjalanan panjang: Islam masuk sejak abad ketujuh, diikuti masa kesultanan Islam, kolonialisme Inggris, penyatuan dengan Somalia pada 1960, hingga referendum 2001 yang menunjukkan dukungan kuat rakyat terhadap kemerdekaan. Namun hingga kini, pengakuan internasional tetap menjadi tantangan utama.
Somaliland mencerminkan paradoks politik global. Di satu sisi, wilayah ini menunjukkan stabilitas dan tata kelola yang berjalan; di sisi lain, statusnya tetap berada di luar sistem pengakuan internasional. Masa depan Somaliland sangat bergantung pada dinamika regional, legitimasi politik internal, serta sikap dunia internasional terhadap wilayah yang memproklamasikan kedaulatan di tengah peta geopolitik Afrika yang kompleks. (Keysa Qanita)
Baca juga: Pengakuan Israel terhadap Somaliland Picu Penolakan 21 Negara