Ilustrasi biodiesel. Foto: Dokumen Kementerian ESDM
Jakarta: Rencana pembebeasan cukai bagi ethanol khusus untuk bahan bakar nabati (BBN) dinilai menarik untuk dunia usaha.
Pasalnya, upaya pemerintah ini bertujuan untuk mendorong pengembangan bioethanol. Termasuk di antaranya guna menekan perbedaan harga antara bioethanol dan bensin.
"Sekarang harga bioethanol sekitar Rp14 ribuan per liter. Makanya persoalan cukai harus diselesaikan sehingga, diharapkan mampu merangkul produsen ethanol, termasuk pabrik gula, agar mau mengutamakan kepentingan dalam negeri, yaitu bioethanol," kata anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Abadi Poernomo dilansir Media Indonesia, Selasa, 29 Oktober 2024.
Menurut dia, pelaku usaha selama ini enggan mengembangkan bioethanol, karena cukai untuk ethanol yang sekitar Rp20.000 per liter dinilai terlalu mahal.
Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Selama ini pengenaan cukai karena ethanol dijadikan campuran minuman beralkohol, katanya lagi. Jika penerapan cukai juga diberlakukan bagi ethanol yang akan dijadikan BBN, tentu sangat memberatkan pelaku usaha yang mendapat tugas mengembangkan bioethanol.
Padahal, ujar Abadi, berdasarkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional yang akan segera ditetapkan menjadi PP, pelaku usaha tidak boleh menaikkan harga jual bioethanol saat dipasarkan ke masyarakat.
"Jadi harganya sama. Kalau bioethanol dimasukkan dan dicampurkan ke dalam BBM tersebut, maka harga jual tetap sama. Misal sekitar Rp12 ribuan. Enggak akan berubah," ucap dia.
Menurut dia, penghapusan cukai tersebut, diharapkan memang berdampak positif dalam upaya mendorong bioethanol sebagai BBN. Karena dengan mengembangkan bioethanol diharapkan bisa mendukung target Net Zero Emission (NZE) paling lambat 2026 dan juga mengurangi impor BBM.
Dengan mencampur 5 persen ethanol dengan BBM misalnya, katanya pula, akan mengurangi impor sekitar 5 persen juga. Nilai impor BBM yang dikurangi lumayan besar tetapi harga per liter bioethanol tidak terlalu mahal, sehingga konsumen tidak akan terbebani.