Kim Jong-Un Janji Terapkan Kebijakan Anti-AS yang Keras

Kim Jong-un janji bersikap keras ke Amerika Serikat. Foto: Yonhap

Kim Jong-Un Janji Terapkan Kebijakan Anti-AS yang Keras

Fajar Nugraha • 31 December 2024 09:42

Pyongyang: Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un, mengatakan bahwa ia akan menerapkan kebijakan anti-AS yang ‘terkeras’. Ini diutarakannya kurang dari sebulan sebelum Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. 

Kembalinya Trump ke Gedung Putih meningkatkan kemungkinan terjadinya diplomasi tingkat tinggi dengan Korea Utara. Selama masa jabatan pertamanya, Trump bertemu Kim tiga kali untuk membahas program nuklir Korea Utara.

Namun, banyak ahli berpendapat bahwa pertemuan puncak antara Kim dan Trump tidak akan segera dilanjutkan karena Trump kemungkinan akan lebih dulu fokus pada konflik di Ukraina dan Asia Barat. 

Dukungan Korea Utara terhadap perang Rusia melawan Ukraina juga menjadi tantangan dalam upaya menghidupkan kembali diplomasi, menurut para ahli.

Dalam pertemuan pleno Partai Buruh yang berlangsung selama lima hari dan berakhir pada Jumat, Kim menyebut AS sebagai “negara paling reaksioner yang menganggap anti-komunisme sebagai kebijakan negara yang tak pernah berubah.”

“Kemitraan keamanan AS-Korea Selatan-Jepang sedang berkembang menjadi blok militer nuklir untuk agresi," ujar Kim Jong-un, dikutip dari The Telegraph, Senin, 30 Desember 2024.

“Realitas ini dengan jelas menunjukkan ke arah mana kita harus bergerak, apa yang harus kita lakukan, dan bagaimana caranya,” kata Kim, menurut Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) yang resmi.

KCNA melaporkan bahwa pidato Kim “menjelaskan strategi untuk meluncurkan tindakan balasan anti-AS yang paling keras secara agresif” demi kepentingan nasional dan keamanan jangka panjang Korea Utara.

KCNA tidak merinci strategi anti-AS tersebut. Namun, laporan itu menyebutkan bahwa Kim menetapkan tugas-tugas untuk memperkuat kemampuan militer melalui kemajuan teknologi pertahanan dan menekankan perlunya meningkatkan ketangguhan mental para tentara Korea Utara.

Pertemuan sebelumnya antara Trump dan Kim tidak hanya mengakhiri pertukaran retorika panas dan ancaman kehancuran, tetapi juga membangun hubungan pribadi. Trump pernah mengatakan bahwa ia dan Kim “jatuh cinta.” Namun, pembicaraan mereka akhirnya gagal pada tahun 2019 karena perselisihan mengenai sanksi yang dipimpin AS terhadap Korea Utara.

Sejak saat itu, Korea Utara secara drastis meningkatkan aktivitas uji coba senjata untuk membangun rudal nuklir yang lebih andal yang menargetkan AS dan sekutunya. AS dan Korea Selatan menanggapi dengan memperluas latihan militer bilateral mereka, serta latihan trilateral yang melibatkan Jepang. Hal ini memicu kecaman keras dari Korea Utara, yang menganggap latihan yang dipimpin AS sebagai simulasi invasi.

Semakin memperumit upaya untuk membuat Korea Utara melucuti senjata nuklirnya adalah meningkatnya kerja sama militer negara itu dengan Rusia.

Menurut penilaian AS, Ukraina, dan Korea Selatan, Korea Utara telah mengirim lebih dari 10.000 tentara dan sistem senjata konvensional untuk mendukung perang Moskow melawan Ukraina. Ada kekhawatiran bahwa Rusia dapat memberikan teknologi senjata canggih kepada Korea Utara sebagai imbalan, termasuk bantuan untuk membangun rudal nuklir yang lebih kuat. (Siti Khumaira Susetyo)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)