Industri Petrokimia Perlu Perhatian Pemerintah, Butuh Kepastian Regulasi

Ilustrasi pabrik petrokimia. Foto: Istimewa.

Industri Petrokimia Perlu Perhatian Pemerintah, Butuh Kepastian Regulasi

Husen Miftahudin • 20 December 2024 14:56

Jakarta: Industri petrokimia memiliki peran penting dalam menopang sektor hulu manufaktur nasional. Pasalnya produk kimia yang dihasilkan dapat diolah berbagai industri, seperti plastik, tekstil, farmasi, kosmetik, dan obat-obatan. Namun kalangan pelaku usaha menilai ada berbagai hal yang menjadi pekerjaan rumah industri ini.

Ketua Komisi Tetap Industri Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Achmad Widjaja mengatakan peran swasta penting dalam pengembangan industri hulu namun sulit bergerak karena terlalu banyak kebijakan yang tidak mendukung. Contohnya investasi dari luar seperti Lotte Group yang memerlukan waktu panjang sebelum akhirnya masuk ke dalam negeri.

"Seperti Lotte kan sampai makan waktu berapa tahun itu. Hal ini menjadi koreksi pemerintah," ketus Achmad dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 20 Desember 2024.

Demi menarik investor lain untuk bisa masuk ke pasar dalam negeri, lanjutnya, maka pemerintah harus bisa memberikan paket kebijakan yang menarik, diantaranya dengan tax holiday panjang mengingat industri petrokimia memerlukan investasi yang besar. Pasalnya, untuk membangun pabriknya saja memerlukan waktu minimal tiga tahun.

"Nah itu harus dibebaskan pajak lah yang paling penting. Investasi tax holiday-nya 20 tahun. Kalau enggak kan enggak bisa orang investasi. 20 tahun minimum seperti di Vietnam. Kita kalah sama Vietnam, sama Malaysia, karena memang mereka kasih minimum 20 tahun. Petrochemical kan sekali investasi umpamanya USD20 miliar gitu lho," jelas dia..

Investasi dari industri petrokimia bisa membuat RI menatap pertumbuhan ekonomi delapan persen sesuai cita-cita Presiden Prabowo Subianto. Namun, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif agar industri bisa semakin ekspansif.

"Untuk mencapai delapan persen caranya cuma satu. Lima persen itu kan sudah diberikan secara cuma-cuma sejak covid tidak pernah turun, yaitu kontribusi industri primer, tambang dan lain-lain. Tiga persen itu pemerintah cukup menjaga iklim pengolahan industri," jelas Achmad.

"Untuk menjaga iklim perekonomian yang menuju delapan persen, tiga persen itu industri sekunder menjadi kontribusi dari industrialisasi pengolahan. Untuk itu jangan terlalu banyak mengeluarkan peraturan-peraturan baru atau Kepmen-Kepmen atau kebijakan baru," sambung dia.

Ia juga menilai industri petrokimia RI bergantung pada kondisi minyak dan gas bumi sebagai bahan baku utama. Untuk menjalankan arah industri yang lebih terukur, maka peran BUMN seperti Pertamina juga sangatlah penting, utamanya dalam mengelola industri di sisi hulu demi menjalankan Refinery Development Master Plan (RDMP).

"Sejak demokrasi, belum pernah ada BUMN-BUMN yang ditugaskan oleh pemerintah untuk melakukan penanaman modal dalam negeri dengan full hulunya, terutama di Pertamina. Integrated plan-nya yang disebut RDMP kan. RDMP itu tidak berjalan, kilang tidak jalan, semuanya enggak jalan," katanya.

"BUMN-BUMN itu bisa ditugaskan, seperti contoh Pertamina, ditugaskan total untuk menjadi bagian daripada penyertaan pemerintah melakukan revolusi industri di dalam hulu," tambah Achmad.
 
Baca juga: Bahlil: Hilirisasi Jadi Kunci Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi

Kontrak jangka panjang


Ketua Komisi Tetap Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Hari Supriyadi menilai salah satu regulasi yang diperlukan dunia usaha saat ini ialah keberlanjutan yang jelas dari investasi petrokimia, misalnya kontrak jangka panjang untuk gas.

"Kita kontraknya itu jangan pendek-pendek. Gimana kita bisa hilirisasi, gimana kita bisa ekspansi? Kontrak gas itu cuma lima tahun, enggak bisa. Karena industri petrochemical kan hidupnya harus 20 tahun, investasinya triliunan," sebut Hari yang juga Ketua Umum Asosiasi Industri Penghasil Petrokimia Indonesia.

Selain persoalan kontrak, perlu juga harga gas bumi tertentu (HGBT) yang rata pada semua pelaku industri petrokimia. Sayangnya, tidak semuanya merasakan kebijakan ini, yakni USD6 per MMBTU. Padahal, industri petrokimia masuk ke dalam tujuh sektor prioritas.

"Atau bahkan bisa lebih rendah lagi dari USD6 per MMBTU. Dan semua industri no one left behind, sekarang kan dipilih-pilih, dipilih-pilih yang tertentu. Harusnya semuanya kami sudah dapat rekomendasi dari perindustrian tapi di ESDM tidak dieksekusi. Ada ratusan perusahaan yang sudah direkomendasikan tapi tidak dapat, meskipun masuk tujuh sektor, tapi enggak bisa dieksekusi ESDM," aku Hari

Jika industri petrokimia bisa berlari kencang, maka semakin banyak lapangan pekerjaan yang terbuka. Saat ini di perusahaan besar industri petrokimia bisa menampung ribuan pekerjaan, termasuk yang terikat dalam rantai pasok.

"Kalau kita tidak bisa terutilisasi 100 persen, makin turun, ya, otomatis sejalan dengan tenaga kerja. Meskipun industri petrokimia bukan padat karya tetapi tetap akan mempengaruhi. Karena industri petrokimia tetap ada rantai pasoknya, ada vendor-vendor kecil. Kalau kita menurun kan mereka juga akan menurun. Jelas berdampak. Jadi rantai pasok yang mungkin terdampak tuh sampai ribuan orang juga," sebut Hari.

Sementara itu, Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Wiwik Pudjiastuti menyampaikan pemerintah terus mengupayakan strategi agar situasi industri petrokimia bisa lebih kondusif. Untuk memantau produk impor, misalnya, pemerintah tengah mematangkan instrumen neraca komoditas.

Sistem tersebut diperlukan lantaran produk petrokimia dan turunannya masih didominasi produk impor. Padahal, industri petrokimia dalam negeri tengah berjuang memperkuat rantai pasok produksi.

Dalam catatan Kemenperin, produk petrokimia nasional meliputi olefin memiliki kapasitas produksi mencapai 9,72 juta ton, sementara produk aromatik 4,61 juta ton, dan produk C1 metanol dan turunannya sebesar 980 ribu ton.

"Untuk penguatan struktur industri, yang perlu memang untuk penguatan salah satunya adalah melakukan integrasi industri hulu dan hilir," jelas Wiwik.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)