Bersejarah, Pasukan Kurdi Suriah Setuju Berintegrasi dengan Pemerintah Suriah

Komandan Tertinggi SDF, Mazloum Abdi dan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa. (X/@MazloumAbdi)

Bersejarah, Pasukan Kurdi Suriah Setuju Berintegrasi dengan Pemerintah Suriah

Riza Aslam Khaeron • 12 March 2025 14:34

Jakarta: Pasukan Demokratik Suriah (Syrian Democratic Forces/SDF) yang dipimpin oleh Kurdi resmi menandatangani perjanjian untuk berintegrasi dengan pemerintah Suriah.

Perjanjian ini ditandatangani pada Senin, 10 Maret 2025 di Damaskus oleh Komandan SDF, Mazloum Abdi, bersama Presiden Sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa. Melansir BBC pada Selasa, 11 Maret 2025, perjanjian ini mencakup "penghentian permusuhan secara penuh" dan penyerahan kendali atas pos perbatasan, bandara, serta ladang minyak dan gas yang vital.

"Kami berkomitmen untuk membangun masa depan yang lebih baik yang menjamin hak semua warga Suriah dan memenuhi aspirasi mereka untuk perdamaian dan martabat," tulis Mazloum Abdi di platform X setelah menandatangani perjanjian tersebut. Abdi menyebut kesepakatan ini sebagai "kesempatan nyata untuk membangun Suriah baru".

Perjanjian ini diharapkan dapat mengakhiri ketegangan yang berlangsung selama bertahun-tahun antara SDF dan pemerintah Suriah, serta mengurangi konflik dengan Turki dan kelompok pemberontak Suriah yang didukung Turki.

Menurut laporan BBC, SDF selama ini menguasai sekitar 46.000 km² wilayah di timur laut Suriah setelah berhasil mengalahkan kelompok Negara Islam (ISIS) pada tahun 2019 dengan dukungan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat.

SDF juga memainkan peran utama dalam Administrasi Otonom Suriah Utara dan Timur (AANES) yang dikenal oleh komunitas Kurdi sebagai Rojava. Sekitar 10.000 pejuang ISIS saat ini ditahan di penjara-penjara yang dikelola SDF, dan sekitar 45.000 orang lainnya yang terkait dengan ISIS, sebagian besar wanita dan anak-anak, ditahan di sejumlah kamp di wilayah tersebut.

Presiden sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa, menyebut perjanjian ini sebagai "langkah besar" dalam upaya untuk menyatukan kembali negara yang telah terpecah akibat perang sipil selama 13 tahun terakhir. "Perjanjian ini adalah fondasi bagi Suriah yang stabil dan bersatu," ujar Sharaa dalam pernyataannya di Damaskus.

Gambar: Peta Suriah, area warna kuning merupakan wilayah kekuasaan SDF. (Liveuamap)

Perjanjian ini juga memberikan pengakuan politik bagi komunitas Kurdi di Suriah. Dalam perjanjian tersebut, pemerintah Suriah mengakui minoritas Kurdi sebagai "bagian integral dari negara Suriah" dan menjamin "hak semua warga Suriah untuk mendapatkan perwakilan dan partisipasi dalam proses politik".

Menurut BBC, kesepakatan ini juga bisa meredakan ketegangan dengan Turki, yang selama ini menganggap kelompok utama dalam SDF, yakni Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), sebagai organisasi teroris yang berafiliasi dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK).

Ankara menuding YPG sebagai ancaman keamanan karena memiliki hubungan langsung dengan PKK yang telah melakukan pemberontakan bersenjata di Turki selama puluhan tahun.

Hingga saat ini, belum ada komentar resmi dari pihak Turki mengenai perjanjian ini. Namun, pejabat Turki sebelumnya pernah menyatakan bahwa semua kelompok yang dipimpin Kurdi di Suriah timur laut seharusnya dibubarkan dan diintegrasikan ke dalam pemerintahan baru.
 

Baca Juga:
Suriah Akhiri Operasi Militer terhadap Loyalis Assad usai Bentrokan Mematikan

Di sisi lain, beberapa negara Arab, termasuk Arab Saudi dan Qatar, menyambut baik perjanjian ini. Mereka menilai langkah ini sebagai "langkah penting dalam menjaga perdamaian sipil" di Suriah.

Perjanjian ini terjadi di tengah ketegangan yang terus berlanjut di beberapa wilayah Suriah. Di Suweida, milisi Druze masih enggan untuk menyerahkan senjata mereka, meskipun perwakilan mereka telah bertemu dengan Sharaa pada hari yang sama dengan penandatanganan perjanjian SDF. Israel juga dikabarkan telah mengancam akan melakukan intervensi untuk melindungi komunitas Druze dari pemerintah Suriah, yang dianggap sebagai ancaman.

Selain itu, perjanjian ini juga muncul setelah insiden pembantaian massal terhadap warga sipil Alawi di wilayah pesisir barat Suriah dalam bentrokan antara pasukan keamanan dan loyalis Assad.

Menurut laporan dari Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), sebanyak 162 warga sipil Alawi "dieksekusi" dalam serangkaian kekerasan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. Kejadian ini telah memicu seruan perlindungan internasional bagi kelompok minoritas agama dan etnis di Suriah.

Adapun isu perjanjian ini yang tengah muncul dalam dinamika politik internasional terbaru, di mana Presiden Amerika Serikat Donald Trump dikabarkan berencana menarik mundur pasukan AS dari wilayah Suriah dan Pasukan Kurdi PKK melakukan gencatan senjata dengan Turki, seperti dilaporkan Al Jazeera.

Hal ini semakin menegaskan bahwa situasi geopolitik yang kompleks berperan dalam keputusan Kurdi untuk berintegrasi dengan pemerintah pusat Suriah.

Kesepakatan ini menandai titik balik dalam konflik Suriah yang berkepanjangan, dengan harapan dapat membawa stabilitas dan perdamaian di kawasan tersebut. "Kami masih dalam situasi perang," kata seorang warga Damaskus yang merayakan pengumuman perjanjian ini di jalanan ibu kota pada Senin malam. "Tapi ini adalah awal dari masa depan yang lebih baik untuk Suriah."

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)