Riza Aslam Khaeron • 25 April 2025 11:13
Jakarta: Investasi syariah merupakan pendekatan keuangan yang mengedepankan prinsip halal, keadilan, dan keberkahan dalam aktivitas ekonomi. Praktik ini tidak hanya bertujuan untuk meraih keuntungan finansial, tetapi juga untuk menjaga integritas nilai-nilai Islam dalam pengelolaan harta.
Konsep ini menekankan bahwa setiap bentuk pengembangan harta harus sejalan dengan prinsip-prinsip syariat Islam dan menjauhkan diri dari unsur-unsur yang diharamkan. Berikut penjelasan tentang investasi syariah yang bisa digunakan untuk berinvestasi halal.
Definisi Umum Investasi Syariah
Berdasarkan karya Aditya H. Nugraha, Arie Dwi Arfianto, dan Muhammad Sulton Mawardi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Investasi syariah adalah aktivitas penanaman dana yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip Islam.
Investasi syariah juga tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga pada nilai-nilai spiritual seperti keberkahan dan tanggung jawab sosial.
Investasi ini harus terbebas dari riba, maysir, dan gharar. Riba berarti keuntungan tambahan yang diperoleh secara tidak adil, maysir merujuk pada praktik spekulatif atau perjudian, dan gharar berarti ketidakpastian dalam akad.
Dalam kerangka investasi syariah, akad atau kontrak memiliki peranan penting. Semua kegiatan keuangan harus dilandasi dengan perjanjian yang sah menurut hukum Islam, seperti akad mudharabah (kerja sama modal dan pengelola), musyarakah (kerja sama dua pihak atau lebih), ijarah (sewa-menyewa), dan murabahah (jual beli dengan margin keuntungan yang disepakati). Setiap transaksi harus jelas, transparan, dan tidak merugikan salah satu pihak.
Penekanan ini juga tercermin dalam Fatwa DSN-MUI No. 135/DSN-MUI/V/2020 tentang Saham, yang menegaskan pentingnya kejelasan akad dan larangan terhadap transaksi yang tidak sesuai syariat, seperti jual beli tanpa kepemilikan, penipuan, atau unsur spekulasi.
Larangan dalam Investasi Syariah
Investasi syariah melarang partisipasi dalam sektor-sektor yang diharamkan secara syariat. Larangan tersebut mencakup investasi pada bisnis yang bergerak di bidang alkohol, perjudian, pornografi, senjata pemusnah massal, dan lembaga keuangan konvensional yang menggunakan sistem bunga.
Selain sektor, jenis transaksi juga menjadi sorotan penting. Praktik manipulatif seperti insider trading, speculative trading, short selling, dan penipuan dalam harga dilarang keras karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejujuran.
Hal ini dipertegas dalam Fatwa DSN-MUI No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas, yang mengatur bahwa seluruh transaksi di pasar modal harus terbebas dari gharar, maisir, dan bentuk ketidakpastian yang membahayakan.
Salah satu keunikan dari investasi syariah adalah adanya proses penyaringan (screening) terhadap produk dan entitas usaha sebelum dapat dimasukkan dalam portofolio halal. Screening ini terdiri dari dua tahap: penyaringan sektor dan penyaringan keuangan. Penyaringan sektor memastikan bahwa bisnis tidak menjalankan usaha yang diharamkan.
Sementara penyaringan keuangan menganalisis struktur keuangan perusahaan, seperti proporsi utang berbunga dan pendapatan non-halal. Panduan teknis dalam hal ini juga dijelaskan dalam Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal Syariah.
Jenis-Jenis Investasi Syariah
Investasi syariah dapat berbentuk berbagai instrumen, di antaranya:
1. Saham Syariah
Saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip Islam dan terdaftar dalam Daftar Efek Syariah OJK. Saham ini harus tunduk pada akad syirkah musahamah sebagaimana diatur dalam Fatwa DSN-MUI No. 135/2020. Selain itu, emiten saham syariah tidak boleh bergerak di sektor seperti perjudian, minuman keras, atau lembaga keuangan ribawi.
2. Reksa Dana Syariah
Merupakan investasi kolektif yang dikelola manajer investasi dengan mekanisme akad wakalah dan mudharabah, sesuai Fatwa DSN-MUI No. 20/2001. Dana investor hanya ditempatkan pada instrumen yang sesuai syariah, seperti saham syariah, sukuk, dan deposito syariah. Manajer investasi bertindak sebagai wakil yang menjalankan amanah sesuai prinsip kehati-hatian.
3. Sukuk (Obligasi Syariah)
Surat berharga syariah yang merepresentasikan kepemilikan atas aset atau proyek, bukan utang berbunga. Penerbitan sukuk harus mematuhi prinsip akad ijarah, mudharabah, atau musyarakah. Investor akan memperoleh bagi hasil dari keuntungan usaha, bukan bunga tetap sebagaimana obligasi konvensional.
4. Deposito dan Emas Syariah
Produk bank syariah yang memberikan bagi hasil tanpa sistem bunga, serta investasi emas yang diperjualbelikan tanpa unsur spekulatif. Deposito menggunakan akad mudharabah, sementara emas syariah dijual dengan prinsip transaksi tunai (spot) dan tidak boleh mengandung unsur gharar.
Cara Memastikan Investasi Halal
Agar investasi benar-benar halal, investor harus memperhatikan hal-hal berikut:
- Pastikan produk diawasi oleh OJK dan mendapat persetujuan DSN-MUI.
- Telusuri akad yang digunakan dalam investasi, apakah sesuai prinsip syariah.
- Hindari instrumen yang mengandung riba, gharar, maysir, dan aktivitas usaha yang haram.
- Pastikan hasil investasi bersih dari unsur non-halal dan dilakukan pemisahan pendapatan jika terdapat unsur haram.
Langkah-langkah ini penting agar investor tidak hanya mendapatkan keuntungan finansial, tetapi juga mendapatkan keberkahan dalam harta yang dimiliki.
Investasi syariah merupakan pendekatan keuangan yang tidak hanya rasional secara ekonomi, tetapi juga religius secara spiritual. Dengan menjauhi praktik riba, gharar, dan maysir, serta memastikan seluruh proses investasi didasari akad yang sah, umat Muslim dapat berinvestasi secara tenang dan penuh tanggung jawab.
Mengacu pada prinsip etika dan keberkahan, investasi syariah bukan hanya alat keuangan, melainkan bagian dari ibadah dalam menjalani kehidupan ekonomi yang sesuai tuntunan agama.