Ilustrasi. Medcom
Siti Yona Hukmana • 6 January 2025 17:07
Jakarta: Kerugian negara sebesar Rp271 triliun dalam kasus dugaan korupsi timah yang dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dipertanyakan. Validitas data disoal karena laporan hasil audit tidak dilampirkan dalam berkas perkara.
Ahli penghitung kerugian negara, Gatot Supiartono, sempat menjadi salah satu saksi ahli dalam persidangan kasus rasuah tersebut. Menurut dia, laporan penghitungan kerugian negara seharusnya menjadi alat bukti yang dilampirkan dalam persidangan.
"Laporannya enggak dikasih oleh jaksa, dan hakim mendiamkan. Harusnya, itu alat bukti dilampirkan dalam berkas perkara. Bagaimana mau menguji, kalau hanya angka yang disampaikan tanpa prosesnya?," kata Gatot dalam keterangannya, Senin, 6 Januari 2025.
Dia juga mempertanyakan profesionalitas audit yang dilakukan BPKP. Dia menjelaskan kualitas audit bisa dilihat dari tiga hal yakni independensi auditor, perolehan bukti, dan penggunaan tenaga ahli.
“Jika hasilnya berubah dari Rp271 triliun menjadi Rp152 triliun, itu menunjukkan proses pemeriksaannya tidak profesional. Data kan tidak berubah, berarti pengolahan bukti yang bermasalah," tegas dia.
Hal ini menyoroti nilai kerugian negara sebesar Rp152 triliun dari total Rp271 triliun yang dibebankan kepada lima korporasi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Masing-masing korporasi adalah PT RBT dengan tanggungan sebesar Rp38 triliun.
Kemudian, PT SB Rp23 triliun, PT SIP Rp24 triliun, PT TIN Rp23 triliun, dan PT VIP Rp42 triliun. Dengan total Rp152 triliun. Sementara itu, masih ada selisih Rp119 triliun yang masih dihitung BPKP.
“Jangan sampai Rp271 triliun sudah diragukan, yang Rp152 triliun diragukan lagi. Pengujiannya di situ saja,” ujar dia.
Baca Juga:
Usut Dugaan Pelanggaran Pengadil Harvey, Kejagung Harapkan Aduan Masyarakat |