Sejarah Panjang Ketidakstabilan Politik Nepal

Polisi di Nepal hadapi pedemo. Foto: BBC

Sejarah Panjang Ketidakstabilan Politik Nepal

Muhammad Reyhansyah • 10 September 2025 20:12

Kathmandu: Pengunduran diri Perdana Menteri K.P. Sharma Oli pada Selasa, 9 September 2025 di tengah gelombang protes antikorupsi kembali menjerumuskan Nepal ke dalam ketidakpastian politik.

Negara Himalaya yang terhimpit di antara Tiongkok dan India itu telah berganti 14 pemerintahan sejak 2008, tanpa satu pun mampu menuntaskan masa jabatan lima tahun penuh.

Berikut kilas balik perjalanan politik Nepal:

1951: Kejatuhan Dinasti Rana

Sebelum 1951, Nepal diperintah oleh berbagai dinasti monarki, termasuk keluarga Rana yang menempatkan jabatan perdana menteri sebagai warisan turun-temurun. Sistem ini runtuh pada 1951 setelah gerakan prodemokrasi berhasil menggulingkan Ranas dan mendirikan demokrasi parlementer.

1961–1990: Sistem Panchayat

Pada 1961, Raja Mahendra melarang partai politik dan memberlakukan sistem terpusat bernama Panchayat yang memperkuat kendali monarki.

Ketidakpuasan rakyat terhadap sistem ini memuncak pada 1990 melalui kampanye “Gerakan Rakyat” yang menuntut demokrasi multipartai. Raja Birendra akhirnya mencabut larangan partai politik dan mengakhiri era Panchayat.

1996: Perang Sipil Maois

Kelompok Maois melancarkan pemberontakan bersenjata pada 1996 dengan tujuan mengganti sistem monarki parlementer menjadi republik rakyat. Konflik yang berlangsung satu dekade itu menewaskan lebih dari 17.000 orang dan mengguncang stabilitas nasional.

2006–2015: Berakhirnya Monarki

Gelombang protes rakyat pada 2006 berujung pada penghapusan monarki pada 2008, menjadikan Nepal republik demokratis federal. Raja Gyanendra, penguasa terakhir, kini hidup sebagai warga biasa di Kathmandu. Pada 2015, Nepal meresmikan konstitusi baru sebagai landasan negara modern.

2015–Kini: Era Oli dan Politik Tak Stabil

K.P. Sharma Oli pertama kali menjabat perdana menteri pada Oktober 2015, meski hanya bertahan sekitar satu tahun. Ia kembali terpilih pada 2018, 2021, dan 2024. Namun, masa kepemimpinannya kembali terhenti pada 2025 setelah gelombang protes besar-besaran menuntut pengunduran dirinya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)