Paket Insentif Tambahan Diharapkan Dongkrak Produksi Kendaraan Listrik

Kendaraaan listrik. Foto: Medcom.id.

Paket Insentif Tambahan Diharapkan Dongkrak Produksi Kendaraan Listrik

Arif Wicaksono • 18 December 2023 11:40

Jakarta: Paket insentif tambahan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.79 Tahun 2023 tentang Perubahan Perpres No.55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor listrik Berbasis Baterai (KBLBB) diharapkan mendongkrak kapasitas produksi kendaraan listrik (EV) Indonesia, seiring dengan meningkatnya permintaan global terhadap EV.

Deputi Bidang Infrastruktur dan Transportasi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin, menuturkan Pemerintah baru saja menerbitkan Perpres yang mengatur pemberian insentif dalam bentuk bea masuk nol persen impor, PPnBM nol persen dan pembebasan atau pengurangan pajak daerah untuk KBLBB, yang semuanya berlaku bagi impor KBLBB dalam keadaan utuh (Completely Built-Up/CBU) dan Completely Knock Down (CKD) dengan TKDN <40>
"Ini adalah win-win program yang cukup progresif untuk Indonesia dan investor. Kita perlu membangun economic of scale untuk pasar kendaraan EV di Indonesia, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan program insentif untuk membentuk ekosistem kendaraan EV di Indonesia," ujar Rachmat, dilansir Infopublik.id, Senin, 18 Desember 2023.

"Bagaimana memberi insentif ketika pasar belum terbentuk? Oleh karena itu pemerintah memberikan peluang kepada investor untuk membangun pabrik EV di Indonesia, dan pada saat yang sama sebelum pabrik beroperasi, mereka dapat memasarkan produk impor EV mereka di Indonesia dengan harga yang lebih kompetitif,” jelas dia.

Rachmat menambahkan, produsen EV dapat menikmati paket insentif impor hingga akhir 2025. Selanjutnya, produsen wajib memenuhi ketentuan produksi EV di dalam negeri atau utang produksi hingga akhir 2027, sesuai dengan ketentuan TKDN yang berlaku.

Menghadirkan opsi lebih banyak

Dalam hal ini, Kemenko Marves juga menegaskan paket insentif tambahan juga akan mendukung percepatan adopsi EV dengan menghadirkan lebih banyak options atau pilihan variasi produk EV dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia.

"Ada dua hal yang kita perlu kita perhatikan opsi dan affordability. Saat ini opsi EV yang tersedia masih terbatas, dan belum dapat memenuhi permintaan pasar Indonesia," jelas Rachmat.

Dengan paket insentif tambahan, produsen dapat menghadirkan lebih banyak model EV dengan harga jual kompetitif dibanding mobil konvensional.

"Melihat tren permintaan EV global yang meningkat, industri otomotif tanah air perlu bergegas bertransformasi dan menangkap peluang tren global. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan untuk menjadi pusat produksi dan rantai pasok kendaraan ramah lingkungan di Asia Tenggara," imbuh Rachmat.

Diketahui penjualan mobil listrik global saat ini telah mencapai 14 persen dari total penjualan mobil global. Melonjak dari tiga juta mobil listrik di 2020 ke 10 juta mobil listrik di 2022 (IEA, 2023).

Namun saat ini, kapasitas manufaktur EV Indonesia tertinggal dari negara tetangga. Tercatat kemampuan produksi Indonesia mencapai 34 ribu mobil, 2.480 bus dan 1,45 juta sepeda motor per tahun. Sementara, kapasitas produksi kendaraan listrik di Thailand mencapai 240 ribu per tahun.

Indonesia menargetkan dua juta mobil penumpang kendaraan listrik dan 13 juta sepeda motor listrik yang mengaspal pada 2030. Untuk mencapai target tersebut dan memastikan kelancaran implementasi paket insentif tambahan tersebut, saat ini pemerintah tengah melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan dan harmonisasi peraturan teknis.

Sebelumnya pemerintah telah meluncurkan insentif fiskal dan non-fiskal bagi konsumen dan produsen. Salah satu bentuk insentif adalah potongan harga sebesar Rp7 juta bagi seluruh masyarakat Indonesia yang ingin membeli sepeda motor listrik baru yang memenuhi 40 persen kebutuhan komponen lokal.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)