Perusahaan Nikel Indonesia Relatif Kebal terhadap Penurunan Harga

Smelter nikel. Foto: MI.

Perusahaan Nikel Indonesia Relatif Kebal terhadap Penurunan Harga

Arif Wicaksono • 22 January 2024 19:06

Jakarta: Anjloknya harga nikel yang berkepanjangan memberikan tantangan bagi produsen nikel di seluruh dunia, sehingga meningkatkan kemungkinan penutupan tambang secara besar-besaran yang akan memperdalam dominasi Indonesia dalam pasokan global.
 

baca juga:

Pabrik Nikel PT GNI di Morowali Kebakaran



Komposisi logam yang digunakan dalam baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik (EV) turun lebih dari 40 persen dibandingkan tahun lalu di tengah meningkatnya kelebihan pasokan global. Hal ini menambah tekanan pada biaya operasional yang lebih tinggi dan dapat menimbulkan resiko terbesar bagi proyek-proyek baru di luar Indonesia.

Sejauh ini, korban terbesar berada di Australia. Produsen nikel milik miliarder Andrew Forrest, Wyloo Metals, mengatakan akan menutup tambangnya. BHP Group pekan lalu memperingatkan prospek operasi Nickel West. Sementara First Quantum Minerals sudah menghentikan penambangannya.

Sebaliknya produksi di Indonesia, yang sudah menyumbang setengah dari pasokan global terbukti lebih tahan terhadap pengurangan produksi. Indonesia telah menjadi pusat nikel global setelah melakukan investasi miliaran dolar AS pada pabrik-pabrik efisien yang memanfaatkan tenaga kerja murah, listrik murah, dan bahan mentah yang mudah didapat.

"Proyek-proyek di Indonesia lebih fleksibel dalam menyerap dampak penurunan harga nikel," kata Analis Bloomberg NEF Allan Ray Restauro, dilansir Business Times, Senin, 22 Januari 2024.

Itu berarti pasokan global secara keseluruhan akan terus meningkat meskipun ada pembatasan produksi di tempat lain.  Dia menuturkan membanjirnya pasokan baru dari Indonesia dalam dua tahun terakhir telah melampaui permintaan pada saat pasar logam berada di bawah tekanan akibat perekonomian global yang lesu.

Untuk nikel, pertumbuhan permintaan yang lebih lemah dari sektor kendaraan listrik juga merupakan hambatan, dan harga nikel baru-baru ini diperdagangkan mendekati USD16 ribu per ton, mendekati level terendah sejak 2021.

Harga nikel turun

BHP mengatakan sedang meninjau bisnis Nickel West dan mungkin terpaksa mencatatkan nilai aset tersebut. First Quantum mengatakan akan menangguhkan fasilitas nikel Ravensthorpe di Australia Barat dan memangkas sepertiga tenaga kerjanya, sementara Wyloo milik Forrest menutup tambang di dekat Kambalda. Semua menyalahkan hal ini karena harga yang rendah.

Citigroup memperkirakan nikel akan turun menjadi USD15.500 per ton dalam tiga bulan ke depan. Bank Dunia baru-baru ini memangkas perkiraan harga rata-rata pada kuartal ini menjadi USD16 ribu per ton, dari USD18 ribu per ton.

Pengumuman BHP dan First Quantum menambah tanda-tanda stres lainnya. Glencore mengatakan hanya akan terus mendanai tambang Nikel Koniambo yang mengalami kesulitan keuangan hingga bulan depan. Pabrik nikel di Kaledonia Baru wilayah Prancis terlihat berisiko ditutup, kata pemerintah Prancis tahun lalu.

"Masih banyak pasokan yang masuk dari Indonesia, dan kita perlu menurunkan harga nikel untuk membatasi pertumbuhan pasokan di Indonesia," kata Analis Utama Logam Dasar di CRU Group Nikhil Shah.

Analis senior di S&P Global Commodity Insights Jason Sappor menjelaskan meskipun ada potensi pengurangan pasokan tambang lebih lanjut, pasar akan tetap mengalami surplus tahun ini, mengingat produksi nikel primer yang lebih tinggi berasal dari Indonesia dan Tiongkok.

"Kami memperkirakan harga nikel akan tetap lemah tahun ini," kata Sappor.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)