Editorial MI:Tetapkan Banjir Sumatra Bencana Nasional

Ilustrasi bencana. MI

Editorial MI:Tetapkan Banjir Sumatra Bencana Nasional

Media Indonesia • 1 December 2025 06:56

TIDAK terkirakan lagi rasa duka dan lelah yang menyelimuti saudara setanah air yang hingga kini masih terjebak di tengah bencana di Pulau Sumatra. Sudah genap seminggu mereka bertahan dalam ketidakpastian akibat banjir bandang dan tanah longsor yang menerpa sebagian wilayah di tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat tersebut.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga kemarin siang, sudah lebih dari 370 orang dinyatakan meninggal dunia dan lebih dari 320 orang hilang akibat bencana alam yang tak bisa dilepaskan dari kelalaian manusia dalam merawat alam itu. Belum lagi, mereka yang terluka selama bencana terjadi. Diperkirakan, lebih dari 1 juta orang terdampak akibat bencana tersebut.

Di samping korban jiwa, belum terhitung pula kerugian harta benda yang timbul. Lebih dari 2.500 rumah diperkirakan rusak akibat air bah beserta gelondongan kayu yang mengalir deras dari hulu. Selain itu, ada kendaraan ataupun perlengkapan rumah tangga yang harus mereka relakan karena tak bisa berfungsi lagi. Hampir 300 ribu orang terpaksa mengungsi meninggalkan rumah-rumah mereka yang rusak, bahkan hancur diterjang air bah.

Penanganan masyarakat di lokasi-lokasi bencana juga kian terkendala akibat kondisi prasarana dan sarana yang juga tak berfungsi. Mulai dari akses listrik, komunikasi, air bersih, kesehatan, hingga jalan menuju lokasi serbadarurat. Bahkan, masih ada daerah yang terisolasi dari daerah lain. Setidaknya, banjir dan tanah longsor di 46 kabupaten/kota terdampak itu telah merusak 133 jembatan dan puluhan fasilitas pendidikan.

Belum terhitung pula luasan sawah, kebun, empang, yang saat ini tertimbun longsoran. Atau, kendaraan yang selama ini menjadi sumber pendapatan masyarakat juga dipastikan sudah lumpuh. Akibatnya, harga sejumlah kebutuhan pokok masyarakat di Sumatra melonjak lantaran minimnya pasokan.

Akan tetapi, negara masih belum menjadikan duka Sumatra sebagai bencana nasional. Meskipun seluruh indikator bencana nasional sebenarnya sudah terpenuhi, keputusan untuk menjadikan bencana dahsyat itu sebagai bencana nasional, dengan penanganan dan anggaran berskala besar, masih belum terjadi.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno yang ditunjuk menjadi Koordinator Penanganan Bencana di Sumatra juga memastikan seluruh kekuatan negara telah diterjunkan untuk menangani bencana di Sumatra meski tidak ditetapkan sebagai bencana nasional. Dengan begitu, penanganan bencana provinsi tersebut ditangani dengan rasa nasional.
 

Baca Juga: 

Rakor Penanganan Bencana Sumut, Kapolri: Semua Unsur Harus Gerak Cepat



Berdasarkan Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana yang diterbitkan BNPB, penetapan status bencana nasional harus melihat kemampuan daerah menjalankan sistem tanggap darurat. Karena itu, penetapan status bencana nasional harus disertai pernyataan resmi gubernur di daerah terkait sudah tidak mampu melaksanakan upaya penanganan darurat bencana. Pernyataan itu pun harus diperkuat dengan kajian dari pemerintah pusat maupun BNPB.

Itulah sebabnya, dari beraneka bencana alam yang kerap terjadi di Tanah Air, sejauh ini pemerintah baru tiga kali menyatakan bencana nasional. Yakni, saat gempa dan tsunami Flores 1992, tsunami Aceh 2004, dan pandemi covid-19.

Sejauh ini, tiga gubernur telah menetapkan tanggap darurat bencana di daerah masing-masing. Gubernur Aceh Muzakir Manaf menetapkan status darurat bencana sejak 28 November sampai 11 Desember. Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution menetapkan status darurat bencana mulai 27 November hingga 10 Desember. Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah menetapkan status darurat bencana sejak 25 November hingga 8 Desember.

Bila melihat kesiapan pemerintah daerah, publik tentu masih bertanya-tanya, karena kunci penetapan status bencana nasional ada di pemerintah daerah bila mau sadar diri dan mengakui tidak mampu lagi untuk menangani bencana. Wakil Gubernur Sumatra Utara Surya, misalnya, hingga kini memastikan bantuan logistik dari pemerintah mencukupi. Namun, distribusi logistik terkendala karena akses menuju lokasi bencana yang masih tertutup. Logistik bantuan yang ada justru tidak bermanfaat bagi korban bencana karena tidak tersalurkan.

Itu artinya, kemampuan daerah untuk menangani bencana secara tidak langsung sudah berada di ujung tanduk. Itulah mengapa, sampai muncul kasus di Sibolga, Sumatra Utara, masyarakat mulai mengambil barang kebutuhan pokok dari minimarket maupun gudang Bulog. Mereka sudah tak kuat lagi menahan lapar berhari-hari akibat tak adanya bantuan yang masuk.

Dengan menaikkan status menjadi bencana nasional, maka penanganan bencana itu bisa kian tertata. Negara bisa mengerahkan berbagai upaya untuk maksimal menangani korban sehingga tidak perlu lagi ada aksi pengambilan barang di minimarket atau di gudang-gudang Bulog.

Masyarakat butuh bantuan kebutuhan fisik paling asasi yaitu sandang, pangan, dan papan segera. Apa yang terjadi saat ini ialah penanganan yang masih bersifat tambal sulam karena sejumlah keterbatasan yang dihadapi oleh pemerintah daerah. Dengan penetapan status bencana nasional, berbagai kendala itu bisa diterobos sehingga para korban segera mendapatkan bantuan yang sampai di tangan mereka, bukan bantuan yang melimpah tapi wujudnya tidak hadir karena terkendala dalam proses pendistribusiannya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Achmad Zulfikar Fazli)