Rumah Tenggelam Sisa Harapan: Cerita Pilu Penyintas Banjir di Pidie Jaya

Agus, warga Desa Beurawang, Kecamatan Meuredu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Foto: Metrotvnews.com/Fajri Fatmawati

Rumah Tenggelam Sisa Harapan: Cerita Pilu Penyintas Banjir di Pidie Jaya

Fajri Fatmawati • 7 December 2025 18:23

Pidie Jaya: "Kebutuhan pakaian, makanan, tuh. Itu nggak seberapa. Ada kita makan. Kalau nggak ada, kek mana? Orang pun nggak ada.”

Kalimat lirih itu meluncur dari bibir Agus, warga Desa Beurawang, Kecamatan Meuredu, Pidie Jaya, Aceh. Ia berdiri di halaman rumahnya yang kini berubah menjadi hamparan lumpur tebal, sisa banjir bandang yang merendam hidupnya dalam hitungan jam.

Di hadapannya, ada empat karung padi basah tergeletak dijemur. Padi yang baru dua hari lalu masih tersimpan rapi di dalam rumah itu, kini telah mulai berkecambah, berarti satu lagi tumpuan penghidupan keluarganya hilang.

“Empat karung ini udah tumbuh ini. Entah bisa pakai entah enggak,” ucap Agus pelan, seakan berbicara kepada dirinya sendiri.

Dua Malam Tanpa Makan, Bertahan di Atas Loteng

Kisah perjuangan Agus dan keluarganya bermula pada malam banjir menerjang. Saat air naik setinggi lutut orang dewasa atau sekitar 50 sentimeter, ia dibangunkan putranya yang baru berusia 11 tahun. Agus bergegas menyelamatkan anaknya, namun air naik dengan cepat hingga sebatas dada atau sekitar 120 sentimeter.

Tak ada pilihan selain memanjat ke loteng rumah yang lebih kokoh, bergabung dengan 10 warga lain yang mencari perlindungan.

“Kamis di atas loteng, enggak ada makanan. Kalau soal makanan itu jangan ditanya,” kenangnya. Malam itu, gelap total. Tak ada lampu, tak ada informasi. Yang ada hanya suara deras air dan isak anak-anak yang kelelahan. Anak Agus yang bertubuh gemuk harus duduk di atas balok kayu, memegang erat apa pun yang bisa digenggam. Dua balita tetangga digendong sambil menangis kehausan.

“Minta minum, minta nasi. Air pun nggak ada. Apapun nggak ada kami. Mau berenang? Airnya paling deras. Kawan kami hanyut satu, hilang sampai sekarang belum dapat, orang sini juga," ungkap Agus.

Selama dua malam, mereka bertahan di atas loteng rumah tanpa kepastian. Bergantungan pada harapan. Bukan hanya fisik yang diuji, tapi juga kesabaran dan harapan.

Rumah yang Terkubur Lumpur

Bantuan akhirnya datang pada hari ketiga. Kini, setelah air surut sebagian, mereka kembali ke rumah yang hanya menyisakan lumpur, kerusakan, dan bayang-bayang trauma.

Istri Agus berdiri di sampingnya, tak banyak bicara. Tatapannya kosong, menatap rumah yang tampak asing. Jari-jemarinya bergerak perlahan, bibirnya berzikir lirih, seolah mencoba menenangkan hati yang retak.

Meski sudah ada bantuan makanan, Agus mengaku distribusi bantuan secara merata belum sepenuhnya terasa. “Kalau ke mari belum. Bukan kita aja, semuanya,” kata Agus.

Ada kebutuhan yang lebih mendesak dari sekadar sembako.

“Yang pertama, biar bisa pulang ke rumah. Pekarangan dibersihkan, jalan-jalan dibersihkan. Air di rumah masih ada karena tanah luar lebih tinggi,” jelas Agus, sambil menunjuk genangan di dalam rumah.

Bagi Agus dan warga Desa Beurawang, pemulihan lebih dari sekadar bantuan material. Tapi, ini tentang mengembalikan harapan, membersihkan lumpur dari kehidupan dan kembali memiliki tempat layak, yang disebut "Rumah".

Hingga kini, kondisi banjir di Pidie Jaya belum sepenuhnya membaik. Ruas jalan Kabupaten Pidie Jaya–Bireuen kembali terendam setelah hujan deras mengguyur sejak Sabtu sore, 6 Desember 2025. Air menutup badan jalan, arus deras membahayakan warga dan pengendara. Di sejumlah titik, ketinggian air meningkat drastis.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Lukman Diah Sari)