Perang Dagang AS-Tiongkok Meningkat, Bakal Jadi Perang Sungguhan?

Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Tiongkok Xi Jinping. Foto: Anadolu.

Perang Dagang AS-Tiongkok Meningkat, Bakal Jadi Perang Sungguhan?

Eko Nordiansyah • 13 April 2025 20:42

Jakarta: Konflik perdagangan yang semakin intensif antara Amerika Serikat dan Tiongkok tidak lagi sekadar pertarungan ekonomi. Menurut BCA Research, perang tarif kini menjadi titik api geopolitik utama yang dapat berkontribusi pada konfrontasi militer yang lebih luas, terutama terkait Taiwan.

Melansir Investing.com, sebagai respons terhadap keputusan Presiden Donald Trump untuk menerapkan tarif 145 persen pada barang-barang Tiongkok, Beijing telah membalas dengan tarif 84 persen dan depresiasi tajam pada renminbi.

Dampak ekonomi semakin meningkat

Strategi Trump yang lebih luas menunjukkan pendekatan yang lebih terkalkulasi sambil mendorong Tiongkok secara agresif, ia menunda tarif pada negara-negara lain untuk menghindari pemicu resesi dan koreksi pasar saham yang lebih dalam.

S&P 500 telah bergerak di sekitar teritori pasar beruang, dan BCA mencatat bahwa Trump tampaknya waspada untuk tidak melewati ambang batas tersebut.

Langkahnya baru-baru ini untuk menurunkan ketegangan perdagangan secara global, kecuali dengan Tiongkok, menunjukkan upaya untuk mempertahankan stabilitas ekonomi sambil memberikan tekanan yang ditargetkan pada rival strategis utama.

BCA mengidentifikasi dua skenario yang dapat menyebabkan intensifikasi krisis. Dalam satu skenario, Trump melanjutkan tarif global jika ia percaya resesi tak terelakkan.

Dalam skenario lainnya, pemerintahan mengantisipasi guncangan geopolitik besar, seperti kegagalan negosiasi dengan Iran atau meningkatnya ketegangan di Asia Timur, dan menggunakan kebijakan perdagangan sebagai alat pencegahan atau pengalihan.
 
Baca juga: 

Strategi Investasi Cerdas saat Perang Dagang Bikin Gejolak Ekonomi Global



(Ilustrasi. Foto: Freepik)

Skenario yang paling mengkhawatirkan tetap berupa meluasnya perang dagang menjadi konfrontasi strategis atau militer. BCA memberikan probabilitas 30 persen terjadinya eskalasi militer terkait Taiwan tahun ini, termasuk lima persen kemungkinan konflik global yang lebih luas.

Jika Beijing menyimpulkan bahwa pembicaraan perdagangan sia-sia dan bahwa AS bermaksud untuk mempertahankan hambatan secara permanen, mereka mungkin meninggalkan diplomasi dan bertindak lebih tegas di kawasan tersebut.

Tiongkok diperkirakan akan menginjeksi sekitar tiga triliun RMB dalam stimulus fiskal, sekitar tiga hingga empat persen dari PDB.

Namun, BCA memperingatkan bahwa jika stimulus ini tidak berlipat ganda menjadi enam hingga 10 persen, ini bisa menandakan bahwa Beijing berencana untuk memberikan tekanan hibrida pada Taiwan daripada hanya mengandalkan alat ekonomi untuk menstabilkan ekonominya.

Perusahaan pialang tersebut menekankan bahwa Tiongkok dapat mengulangi strategi 2019—terlibat dalam negosiasi perdagangan sebagai kedok sambil mempersiapkan tindakan terhadap Taiwan. Atau, jika tekanan ekonomi meningkat terlalu cepat, Tiongkok mungkin melewatkan diplomasi dan bergerak lebih cepat.

Aset safe haven jadi pilihan

Dengan prospek ini, BCA menyarankan investor untuk memilih aset safe-haven, saham defensif, obligasi pemerintah, dan logam mulia. Meskipun mungkin ada reli jangka pendek di pasar di luar AS dan Tiongkok, tekanan geopolitik dan ekonomi yang berkelanjutan diperkirakan akan menekan selera risiko jangka panjang.

Menurut pandangan BCA, perang dagang adalah saluran untuk ketidakstabilan geopolitik yang lebih luas. Jika tekanan ekonomi terus berlanjut tanpa kendali, hal itu berisiko memicu konfrontasi strategis yang justru ingin dihindari oleh kedua negara.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)