Pemimpin konservatif Jerman Friedrich Merz terpilih sebagai kanselir Jerman. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 7 May 2025 00:00
Berlin: Pemimpin konservatif Jerman Friedrich Merz terpilih sebagai kanselir oleh parlemen pada Selasa 6 Mei dalam putaran kedua pemungutan suara. Sebelumnya Merz menderita kekalahan yang memalukan dan belum pernah terjadi sebelumnya pada upaya pertama, membuat pemerintahan koalisinya mengalami awal yang lemah.
Merz, 69, yang memimpin kaum konservatifnya meraih kemenangan pemilihan federal pada Februari dan telah menandatangani kesepakatan koalisi dengan Partai Sosial Demokrat (SPD) yang berhaluan kiri-tengah, memenangkan 325 suara, sembilan lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk mayoritas absolut, dalam pemungutan suara rahasia.
Ia hanya memperoleh 310 suara pada putaran pertama pemungutan suara, yang berarti sedikitnya 18 anggota parlemen koalisi gagal mendukungnya.
Setelah pemungutan suara, ia menuju Istana Bellevue di dekatnya untuk dicalonkan secara resmi oleh Presiden Frank-Walter Steinmeier. Kemudian, ia akan kembali ke gedung Reichstag yang bersejarah di jantung kota Berlin untuk mengambil sumpah jabatan untuk menjadi kanselir Jerman yang kesepuluh sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua.
Merz berada di bawah tekanan berat untuk menunjukkan kepemimpinan Jerman setelah keruntuhan koalisi tiga arah Kanselir SPD Olaf Scholz pada November lalu meninggalkan kekosongan politik di jantung Eropa bahkan saat negara itu menghadapi berbagai krisis.
"Orang-orang telah meminta Jerman untuk memimpin sejak lama, dan tidak ada lagi ruang untuk tidak mengindahkan seruan itu," kata Sudha David-Wilp dari German Marshall Fund of the United States, seperti dikutip dari Channel News Asia.
"Segala sesuatu yang telah menopang Jerman pascaperang dalam delapan dekade terakhir tidak lagi menjadi masalah, baik itu pasar terbuka dan perdagangan bebas, maupun kehadiran keamanan AS di Eropa,” ujar David-Wilp.
Perang dagang global yang dipicu oleh tarif impor besar-besaran Presiden AS Donald Trump mengancam kemerosotan tahun ketiga dalam ekonomi terbesar Eropa, yang telah harus bergulat dengan berakhirnya gas Rusia yang murah sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 dan meningkatnya persaingan dari Tiongkok.
Sementara itu, Trump mengancam tidak akan membantu aliansi NATO, yang bahkan mendorong Merz, yang merupakan penganut paham transatlantik, mempertanyakan keandalan AS sebagai sekutu keamanan utama dan mendesak Eropa untuk meningkatkan kemampuannya dalam mempertahankan diri.
Kesepakatan koalisi Jerman telah memetakan rencana untuk menghidupkan kembali pertumbuhan seperti mengurangi pajak perusahaan dan menurunkan harga energi. Kesepakatan itu juga menjanjikan dukungan kuat untuk Ukraina dan pengeluaran militer yang lebih tinggi.