Perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur Magelang, Jawa Tengah. Metrotvnews.com/Ahmad Mustaqim
Ahmad Mustaqim • 13 May 2025 15:36
Magelang: Kehidupan bermasyarakat dan beragama di Indonesia memiliki tantangan untuk dijawab. Tugas besar dan berat kini berada di pundak para tokoh agama.
"Makin berjarak umat dengan ajaran agamanya, makin kita tidak berhasil. Tantangan kita adalah bagaimana menyatukan antara umat dengan ajaran agamanya, ini yang merupakan tujuan kita semuanya," kata Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam peringatan Waisak di Candi Borobudur Magelang, Jawa Tengah pada Senin malam, 12 Mei 2025.
Menteri Nasaruddin mengatakan pemerintah kini tengah berupaya menjawab tantangan itu dengan memperbaiki kualitas pendidikan. Salah satu yang Nasaruddin sebutkan yakni membuat Kurikulum Cinta.
"Apa ini maksud kurikulum cinta? Semua agama itu, agama apapun juga, inti ajarannya adalah ajaran cinta. Jadi kalau ada orang mempertahankan agama, tapi menganjurkan kebalikan daripada cinta, maka sesungguhnya itu bukan mengajarkan agama," katanya.
Menteri Nasaruddin mengatakan siapapun yang mengajarkan harus mengajarkan cinta. Ia kemudian mencontohkan salah satu ajaran agama Buddha yang mengajarkan cinta dengan sesama.
Menurut dia, ada berbagai ajaran para leluhur bangsa Indonesia untuk dijadikan teladan. Ia menyatakan hampir setiap ajaran memiliki teladan dan ajaran yang bisa dijadikan acuan dalam berkehidupan.
"Oleh para nabi, oleh para biksu, oleh para ulama, oleh para tokoh-tokoh agama. Semua agama itu menganjurkan keteduhan, ketenangan, kedamaian, harmonis, toleransi, dan seterusnya," ujarnya.
Ia mengingatkan jangan sampai pihak yang mengajarkan agama, seperti mengajarkan perbedaan dan mengajarkan permusuhan antara satu sama lain. Apabila ada yang mengajarkan agama tapi membuahkan kebencian satu sama lain, maka pada hakikatnya pihak tersebut tidak mengajarkan agama melainkan mengajarkan kebalikan dari agama tersebut.
"Kalau kita bicara tentang agama, berarti kita bicara tentang hati nurani. Berbicara tentang kemanusiaan, dan humanity is only one, there is no colors. Kemanusiaan itu hanya satu, apapun agamanya, etniknya, semua orang punya nurani," katanya.
Menurut dia, para tokoh agama kini perlu menjawab tantangan untuk bisa mendekatkan umatnya dengan ajaran agama yang dipercayai. Jauhnya umat dengan ajaran agama yang dianut menunjukkan masih terjadinya jarak antarkeduanya.
"Ukuran keberagamaan kita ialah seberapa besar kita menyatukan diri dengan ajaran agama kita masing-masing. Dan ini tantangan kami, tantangan ulama, para biksu, para sahab, para pendeta, para pastor. Sepanjang umat kita masih berjarak dengan ajaran agamanya, maka itu tugas kita belum selesai," ucapnya.