Perayaan Valentine di Arab Saudi. (Arab News)
Riza Aslam Khaeron • 10 February 2025 14:26
Jakarta: Menjelang perayaan Valentine’s Day yang akan berlangsung pada 14 Februari 2025, perdebatan tentang hukum merayakannya dalam Islam kembali muncul. Valentine’s Day, yang berasal dari tradisi Romawi kuno dan kemudian diadopsi oleh tradisi Kristen, telah menjadi fenomena global yang merambah berbagai budaya, termasuk di negara-negara Muslim.
Namun, bagaimana hukum Islam memandang perayaan ini? Para ulama besar, seperti Ibnu Taimiyyah, Al-Lajnah Ad-Da'imah, hingga Dar Al-Ifta Mesir, memberikan pandangan yang berbeda terkait hal ini. Berikut pembahasannya.
Pandangan Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyyah tidak pernah melarang secara spesifik tentang perayaan Valentine, dia melarang merayakan perayaan umat non-Muslim:
"
Tidak diperbolehkan bagi umat Islam untuk meniru mereka (non-Muslim) dalam hal apapun yang menjadi bagian khas dari perayaan mereka, baik itu makanan, pakaian, mandi, menyalakan api, meninggalkan kebiasaan sehari-hari, melakukan tindakan ibadah, atau hal lainnya. Tidak diperbolehkan untuk mengadakan jamuan makan atau memberikan hadiah, atau menjual apapun yang dapat membantu mereka untuk tujuan itu, atau mengizinkan anak-anak dan lainnya bermain permainan yang merupakan bagian dari perayaan tersebut, atau mengenakan hiasan tertentu.
Kesimpulannya: umat Islam tidak boleh melakukan ritual apapun pada saat perayaan mereka; hari perayaan mereka seharusnya seperti hari biasa bagi umat Islam. Umat Islam tidak boleh melakukan apapun secara khusus yang meniru mereka," tulis Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ al-Fatawa volume 25.
Fatwa Al-Lajnah Ad-Da'imah
Al-Lajnah Ad-Da'imah, lembaga riset dan fatwa dari Arab Saudi yang didirikan oleh Raja Faisal, melarang secara tegas perayaan Valentine:
"
Dalil yang jelas dari Al-Qur'an dan Sunnah – serta kesepakatan generasi awal umat ini – menunjukkan bahwa hanya ada dua hari raya dalam Islam: Idul Fitri dan Idul Adha.
Jika festival yang diada-adakan juga merupakan festival orang kafir, maka dosa itu bahkan lebih besar, karena hal ini meniru mereka dan termasuk mengambil mereka sebagai teman dekat. Allah telah melarang kaum beriman untuk meniru mereka dan mengambil mereka sebagai teman dekat dalam Kitab-Nya yang Mulia. Dan terbukti bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: 'Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.'
Hari Valentine termasuk dalam kategori ini karena merupakan festival Kristen yang bersifat penyembahan berhala, sehingga tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk merayakannya, menyetujui, atau mengucapkan selamat pada hari tersebut," dikutip dari Islamqa pada 10 Februari 2025.
Pendapat Dar Al-Ifta
Lembaga Fatwa Dar Al-Ifta yang berasal dari Mesir memberikan pandangan berbeda dibandingkan Al-Lajnah Ad-Da'imah. Dalam penjelasan mereka pada tahun 2023, Dar Al-Ifta menyebut:
"
Jenis perayaan semacam ini telah menjadi acara sosial. Oleh karena itu, tidak ada keberatan untuk berpartisipasi dalam perayaan tersebut selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Diperbolehkan untuk menentukan satu hari untuk memperbarui cinta antara pasangan, dan tidak ada larangan dalam hukum Islam terkait hal ini. Namun, kesempatan ini tidak boleh disebut sebagai 'hari raya' tetapi 'hari cinta'," tulis Dar Al-Ifta.
Melalui pandangan dari Ibnu Taimiyyah, Al-Lajnah Ad-Da'imah, dan Dar Al-Ifta, terlihat beragam sudut pandang terkait Valentine’s Day dalam Islam. Sebagian besar ulama menilai bahwa Hari Valentine merupakan bagian dari budaya yang tidak sesuai dengan syariat Islam, karena melibatkan nilai-nilai yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid.
Namun, sebagian pandangan membolehkan jika dirayakan tanpa melanggar ajaran Islam, seperti menjadikannya momen untuk memperbarui cinta antara pasangan suami-istri.