Ilustrasi Kafe (Foto: Pexels/Igor Starkov)
Hendrik Simorangkir • 8 August 2025 21:42
Tangerang: Polemik pembayaran royalti musik membuat para pengusaha restoran di Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, mengeluh. Bahkan saat ini restoran di Tangsel enggan mengundang home band, hingga memilih silent.
"Iya, hampir 99 persen pengusaha restoran mengeluh tentang royalti yang diberikan LKMN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional). Bahkan, kita pernah akan menggunakan pengamen (bukan home band), tapi takutnya nanti pengamennya juga kena lagi," ujar Sekretaris PHRI Tangsel, Yono Hartono, Jumat, 8 Agustus 2025.
Yono menuturkan, saat ini banyak pengusaha restoran telah mengarah ke demo silent atau tidak akan menyetel musik untuk menghibur tamu restoran. Pasalnya, kata Yono, yang memberatkan pengusaha restoran yakni perhitungan pembayaran royalti dari per kursi.
"Ada yang berinisiatif enggak jual musik, hanya jualnya makanan saja. Karena hitungannya untuk restoran itu per kursi. Kalau dihitung per kursi itu luar biasa dan sangat-sangat memberatkan usaha restoran," kata Yono.
Menurut Yono, jika perhitungannya yang diberi LKMN ditentukan total dari kursi di restoran, dihitung nominal Rp120 ribu per kursi, itu dinilai cukup berat.
"Jadi begini masalahnya, kapasitas restoran misalkan 100 kursi, kan enggak mungkin terisi juga 100 kursi full, apakah itu menjadi hitungan semua? Kalau hanya terisi paling 50 kursi dan dihitung sama, itu kan berat," jelas Yono.
Yono menjelaskan, para pengusaha restoran di Tangsel bukannya tidak ingin membayar royalti, hanya saja nominal yang harus dibayarkan memberatkan. Dia mengeklaim para pengusaha restoran sangat menghargai para pencipta karya.
"Cuma masalahnya itu saja, kita masih mencari solusi ketentuan tarif royalti ini bagaimana ada penyesuaian. Karena enggak semua restoran itu kan kelasnya premium, banyak usaha restoran yang kita di Tangsel ini banyak yang UMKM. Jadi jangan membunuh UMKM yang ada dengan pembayaran royalti ini," ungkap Yono.
Yono berharap pemerintah dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) bisa mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan polemik tersebut. "Usulan kita, jangan memberatkan usaha restoran dan hotel yang ada, masih harus perlunya penyesuaian," ucap Yono.