Rhenald Kasali. Foto: MI/Dwi.
Jakarta: Pengamat bisnis Rhenald Kasali mengatakan generasi muda banyak terkena sindrom hustle culture. Hal ini karena banyak orang yang mau kaya dengan cepat tanpa membangun reputasi dengan konsisten. Kecenderungan ini karena konten media sosial menentukan standar kesuksesan hidup yang berbeda-beda.
"Jadi sekarang fenomena ini melanda dunia terutama di negara padat penduduk. Kecenderungan manusia suka membandingkan dirinya dengan teman-teman di bawah umur 25 tahun sudah punya segalanya. Generasi sekarang berat kalau membanding-bandingkan dengan orang lain," tegas Kasali dikonfirmasi Senin, 9 Oktober 2023.
Dia mengatakan hustle culture itu terjadi ketika seseorang membandingkan diri dengan orang lain dan buru-buru mengejarnya. Hal ini membuat banyak generasi muda menjadi kutu loncat dalam pekerjaan untuk mencari cuan dalam jangka pendek.
"Generasi sekarang malas membangun reputasi dengan jangka panjang butuh proses untuk bersabar, ketika saya growth di 1998 banyak teman saya antre meminjam uang yang sebelumnya lebih kaya dari saya (karena krisis ekonomi), ada yang bangkit dan yang gagal juga," tegas dia.
Memahami bahasa keuangan
Dia menegaskan generasi muda perlu memahami bahasa keuangan agar tak menjadi korban scam dalam fenomena hustle culture. Dia menegaskan minimnya literasi bahasa keuangan yang minim akan membuat orang akan menjadi korban penipuan.
"Kalau dia tak ketahui bahasa keuangan akan jadi mangsa orang yang memiliki pengalaman banyak. Orang yang pengalaman bisa dapat uang dari nonpengalaman," tegas dia.
Selain itu,
hustle culture juga harus diimbangi dengan memahami bahasa keuangan termasuk memahami esensi dari kekayaan. Pamer kekayaan menunjukkan orang tersebut tidak kaya. Dia menegaskan pepatah,
wealth berbisik dan
poverty scream yang artinya orang yang benar-benar kaya tidak memamerkan kekayaannya.
Dia mempertanyakan ada orang jual kosmetik tetapi bisa membeli private jet. Padahal ongkos dari jet itu sangat mahal baik dari perawatan maupun maintenance operasionalnya. Kemudian hal itu juga bisa menarik perhatian petugas pajak.
"Banyak sekali
money laundry teman saya jadi kaya banget, dan pamer-pamer padahal yang punya duitnya orang lain," tegas dia.
Maraknya pinjol
Dia menekankan kurangnya digital literasi dalam fenomena hustle culture membuat produk pinjaman online (pinjol) marak. Pinjol memberikan kemudahan untuk meminjam uang secara instan meskipun aplikasi pinjol kerap memaksa akses phonebook dan galeri yang nilainya jauh lebih mahal dari aset yang dimiliki seseorang.
"Nilainya (data pribadi) jauh lebih mahal dari kita dan tanah, itu aset yang paling mahal, ini prinsip kita ajarkan," tegas dia.