KPAI. Istimewa.
Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan terulangnya peristiwa meninggalnya santri akibat kekerasan di lingkungan pondok pesantren. Kali ini, kejadian nahas itu menimpa AR, 14, seorang santri asal Buleleng, Bali.
AR meninggal pada Kamis, 2 Januari 2025 setelah koma selama 6 hari akibat dikeroyok oleh enam orang seniornya di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pelaku pengeroyokan masih berusia belasan, malah dua di antaranya masih berusia anak. Mereka adalah HR, 17; IJ, 18; MR, 19; S, 18; WA, 15; dan Z, 18.
"Kami turut berduka cita dan menyesalkan peristiwa meninggalnya santri terulang lagi," kata Komisioner KPAI Aris Adi Leksono saat dihubungi, Jumat, 3 Januari 2025.
Catatan KPAI selama 2024, hampir setiap bulan ada santri yang meninggal di pondok pesantren akibat dari kekerasan. Baik oleh sesama santri, maupun dilakukan orang dewasa.
"Ini satu hal yang miris dan harus diakhiri," tegasnya.
Ia mengatakan KPAI baru saja bertemu dengan Menteri Agama Nasaruddin Umar untuk membahas perlindungan anak di lingkungan pesantren. Ia menyebut Menag punya komitmen membangun sistem perlindungan anak di satuan pendidikan keagamaan, khususnya pesantren.
"Agar tidak terjadi lagi kekerasan baik kekerasan fisik, psikis, maupun kekerasan seksual,” ujar Aris.
Terkait kejadian di Banyuwangi, KPAI sudah berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur dan Kemenag Banyuwangi. KPAI memastika kebenaran peristiwa pengeroyokan terhadap santri asal Buleleng hingga meninggal. KPAI telah meminta kanwil untuk mendukung proses penyidikan kepolisian agar hukum ditegakkan.
"Saat ini kasusnya sudah ditangani oleh kepolisian," kata Aris.
KPAI juga meminta kepada pihak
pesantren dan kanwil Kemenag setempat untuk berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB). Tujuannya, memberikan pendampingan, trauma healing, psikoedu, dan seterusnya kepada santri-santri yang ada di sana.
"Kami minta kepada pesantren, kepada Kemenag setempat, untuk melakukan penanganan secara komprehensif hingga situasinya betul-betul pulih. Kepada keluarga korban kami minta agar diberikan santunan oleh Kemenag maupun koordinasi dinas sosial setempat," tutur Aris.
Aris juga meminta sistem peradilan pidana anak diterapkan penegak hukum dengan berbagai tahapan-tahapan yang ada. Menurutnya, saat ini penggalian kebenaran, motif yang sesungguhnya, dan pendampingan terhadap korban dan juga pelaku yang masih berusia anak harus jadi perhatian.
"Kami sudah koordinasikan itu dengan Kemenag nanti kita akan mengawal bersama-sama agar kasus ini tuntas dan bisa kita ambil pelajaran agar di kemudian hari tidak terjadi lagi," ujarnya.